Penggunaan Ganja dalam Sejarah Dunia sebagai Obat Sakit Kepala

Baca Ganja – Dr. Ethan Russo dalam artikelnya berjudul Hemp for Headache: An In-Depth Historical and Scientific Review of Cannabis in Migraine Treatment, menulis penggunaan ganja dalam sejarah dunia sebagai obat sakit kepala.

Cannabis Sativa

Kanabis atau ganja telah digunakan dalam berbagai bentuk selama ribuan tahun untuk pengobatan simptomatik (gejala penyakit) dan profilaksis (pencegahan penyakit) migrain. Dokumen ini membahas sejarah penggunaan ganja melalui cara merokok dan metode lain dalam budaya kuno, termasuk Cina, India, Mesir, Assyria, Yunani dan Romawi, serta di Dunia Islam, dan kemudian di Abad Renaisans Eropa.

Para dokter terkemuka antara tahun 1842 dan 1942 lebih memilih ganja daripada sediaan obatan lain dalam pengobatan migrain, dan tetap menjadi bagian dari farmakope Barat selama periode tersebut. Tulisan-tulisan pada era ini diteliti dengan sangat rinci dalam upaya untuk menekankan pada dokumentasi medis yang bermanfaat, yang kemudian telah dilupakan.

Asal-Usul Tanaman Ganja

Catatan arkeologi mendukung hubungan timbal-balik yang telah berlangsung lama antara manusia dan ganja. Tanaman yang termasuk anggota famili Cannabaceae ini, berasal dari wilayah Asia Timur atau Tengah (de Barge 1860; Candolle 1886).

Dr. Ethan Russo merasa bahwa tidak ada tanaman hemp yang benar-benar liar saat ini, dan bahwa semua strain (spesies turunan) ganja modern berasal dari tanaman pendahulu yang dibudidaya, yang saat ini leluhur hemp asli tanaman liar telah punah.

Analisis modern menempatkan pusat keanekaragaman ganja di Asia Tengah, yang kemungkinan berada di dataran Pamir (Camp 1936), daerah perbatasan Kazakhstan, Mongolia, Cina Barat Laut, dan wilayah paling Timur Rusia (Bouquet 1950), atau di kaki bukit Himalaya (Sharma 1979).

Jumlah spesies dalam genus cannabis masih kontroversial. Beberapa ahli botani mempertahankan semua anggota sebagai satu spesies poliformik (Emboden 1981; Schultes and Hofmann 1980; Schultes et al. 1974), sementara yang lain mendokumentasikan tiga spesies secara lengkap: sativa, indica, dan ruderalis.

Penggunaan Ganja dalam Dunia Peradaban Kuno dan Klasik

Penggunaan ganja diklaim terjadi di Eropa Tengah oleh budaya Bylony (Bylony culture) sekitar 7.000 tahun yang lalu (±5.000 SM) (Kabelik, Krejei, and Santavy 1960). Bukti fisik awal penggunaan ganja ditemukan tahun 1896 di Wilmersdoff (Brandenburg), Jerman, dalam bentuk guci penguburan yang berisi daun ganja dan buah-buahan (Busse 1897). Menurut Ames (1939) dan Hartwich (1911), isi guci ditafsirkan mewakili penggunaan awal ganja sebagai psikoaktif (inebriant).

China

Penggunaan serat hemp telah di dokumentasi sejak 4.000 SM di Cina dengan penanggalan Carbon-14 (Li 1974), dan telah dipertahankan terus menerus hingga saat ini. Bijinya adalah bahan makanan manusia kuno saat itu, yang mungkin mengarah pada pengenalan awal penggunaan ganja medis.

shen-nung-teh-ganja-cina
Kaisar Shennong.

Catatan pertama penggunaan ganja mungkin tercatat dalam buku Pen Tsao Ching, ramuan tradisional yang ditulis pada abad ke-1 atau ke-2, tetapi berdasarkan tradisi lisan ini diwariskan dari Kaisar Shen Nung pada milenium ketiga Sebelum Masehi (3.000 SM).

Teks tersebut mencatat bahwa buah ganja jika digunakan berlebihan akan menghasilkan halusinasi (secara harafiah “melihat roh”) (Li 1974). Simbol tulisan (piktograf) ganja dalam tulisan Cina yang disebut “Ma” (), digambarkan sebagai tanaman yang dipanen dengan cara digantung terbalik di dalam gudang.

Julien (1849) mengajukan laporan kontroversial tentang penggunaan bubuk kanabis sebagai anestesi bedah awal pada awal abad ke-2. Indikasi ganja untuk sakit kepala tampaknya tidak muncul di Cina sampai beberapa waktu kemudian.

India

Dalam Kitab Atharva Veda dari India yang berasal dari antara 1.400 SM dan 2.000 SM mengacu pada rumput suci, bhanga, sebagai ramuan untuk menghilangkan kecemasan (Indian Hemp Drugs Commission 1894). Kitab Sushruta Samhita mengutip referensi pengobatan dengan ganja yang berasal dari 600 SM – 400 SM (Sushruta 1991).

Dwarakanath (1965) menegaskan bahwa ganja telah digunakan dalam pengobatan tradisional dari abad ke-4 hingga ke-3 SM. Dia mencatat sediaan Ayurveda yang disebut Rasachandrika vati dan Mahalakshmivisala rasa, dikatakan mengandung ganja yang di indikasi untuk “penyakit kepala termasuk sakit kepala neuralgik, hemicrania (mirip migrain), dll.

Penulis lain menyatakan (Muthu 1927), “Orang Hindu juga menggunakan asap pembakaran hemp India (Cannabis indica) sebagai obat bius (anaesthetic) di zaman kuno yang hebat…” Dan (Sanyal 1964), “Mereka juga menggunakan asap pembakaran hemp India sebagai anestesi dari zaman kuno…”

Salah satu kontroversi yang sering dibahas dalam literatur tentang masalah ini menyangkut isu, apakah sebenarnya merokok sebagai metode pemberian obat telah terjadi di Dunia Lama sebelum zaman “penemuan kembali” (rediscovery) Eropa?

Dalam diskusi tentang obat-obatan India termasuk ganja, Walker (1968) membahas masalah ini, mengutip banyak karya medis awal [seperti Sushruta Samhita (Sushruta 1991)] dan berbagai jamu herbal, termasuk yang menunjukkan indikasi sakit kepala.

Pengamatan modern menunjukkan kelangkaan relatif bukti arkeologis tentang masalah merokok. Clarke (1998) telah mendeskripsikan dan mengilustrasikan teknik dimana ganja diayak untuk menghasilkan bubuk resin yang digulung dengan tangan menjadi “ular” yang dapat dihisap tanpa perlengkapan tambahan, dan berpotensi tidak meninggalkan apapun selain abu.

Mesir

Meskipun banyak pihak berwenang mengklaim tidak adanya jejak penggunaan ganja di Mesir Kuno, Nunn (1996) mengutip enam ahli pendukung bahwa ganja digunakan (Mannische 1989; Ghalioungui 1987; Charpentier 1981; von Deines and Grapow 1959; Faulkner 1965; Dawson 1934) sebagai agen yang disebut shemshemet, diberikan lewat oral, rektal, vaginal, dan dengan fumigasi.

Mannische (1989) juga mengutip bukti penggunaan ganja di Mesir Kuno dalam Teks Piramida dari pertengahan milenium ke-3 SM. Bukti fisik meliputi penemuan sisa-sisa hemp di makan Akenaten (Amenophis IV) sekitar 1.350 SM, dan ganja di makam Rameses II, yang meninggal pada 1.224 SM.

Persia

Dalam Zend-Avesta, Kitab Suci Zoroastrianisme yang bertahan hanya dalam bentuk fragmen (potongan teks) yang berasal dari sekitar 600 SM di Persia, tercatat penggunaan Bhanga dalam konteks medis, yang di identifikasi sebagai hemp oleh Darmesteter (Zend-Avesta 1895).

Assyria

Penggunaan ganja medis di Assyria Kuno masih kontroversial, kendati telah diklaim oleh berbagai sumber. Thompson (1924, 1949) mendokumentasikan 29 kutipan ganja di perpustakaan Asyur Kuno di Ashurbanipal. Ini membuktikan efek analgesik (pereda nyeri) kanabis dan psikogenik dengan berbagai metode termasuk fumigasi.

Kutipan berasal dari milenium kedua Sebelum Masehi dan berkaitan dengan A. ZAL. LA dalam bahasa Sumeria, dan azallûin dalam bahasa Akkadian. Melalui argumen filosofis penulis menyimpulkan (Thompson 1924), “dengan demikian, bukti menunjukkan tanaman yang diresepkan di naskah kuno Assyria dalam dosis yang sangat kecil, digunakan dalam pemintalan, pembuatan tali, dan pada saat yang sama digunakan sebagai obat untuk menghilangkan depresi roh.

Israel / Yudea / Palestina

Jejak ganja di kuil yahudi kuno
Jejak ganja di Kuil Yahudi, Tel Arad.

Perdebatan tentang kebenaran penggunaan ganja dalam Alkitab telah berlangsung lama terjadi. Benetowa (1936) mengusulkan kehadirannya atas dasar filosofis yang kuat dalam makalah Polandia / Prancis. Datanya ditunjukkan beberapa dekade kemudian (Benet 1975).

Baik dalam teks Perjanjian Lama Ibrani Asli (Torah) dan dalam terjemahan bahasa Aram, kata ‘kaneh’ atau ‘keneh’ digunakan baik sendiri atau dikaitkan dengan kata sifat ‘bosm’ dalam bahasa Ibrani dan ‘busma’ dalam bahasa Aram, yang memiliki arti aromatik.

Ganja dalam bahasa Sanskrit disebut cana, dalam bahasa Assyria disebut qunnabu, dalam Persia disebut kenab, dalam bahasa Arab disebut kannab, dan dalam bahasa Chaldean disebut kanbun. Dalam teks Alkitab Keluaran 30:23, Tuhan mengarahkan Musa untuk membuat minyak urapan kudus yang terbuat dari “myrrh, sweet cinnamon, kaneh bosm, dan kassia.” Dalam banyak bahasa kuno, termasuk Ibrani, kata dasar ‘kan‘ memiliki arti ganda — hemp dan alang-alang (reed).

Untuk memperluas istilah dasar ini, akar etimologis yang sama berlaku untuk kata cannabis dalam bahasa Scythian dan Latin, kannabis dalam bahasa Yunani, canevas dalam bahasa Prancis Kuno, quannab dalam bahasa Celtic, dan canvas dalam bahasa Inggris (hemp adalah sumber bahan asli untuk membuat kanvas).

Selain itu, ada juga cáñamoin dalam bahasa Spanyol, cãnhamo dalam bahasa Portugis, chènevis dalam bahasa Prancis, canapa dalam bahasa Italia, khanapiz dalam bahasa Jerman Kuno, dan konoplya dalam bahasa Rusia.

Meskipun isu keberadaan ganja dalam Alkitab diperdebat dengan hangat, bukti fisik penggunaan ganja untuk pengobatan di Israel / Palestina abad ke-4 baru-baru ini ditemukan (Zias et al. 1993).

Yunani dan Romawi Kuno

Sekitar 450 SM, Herodotus yang diakui sebagai Bapak Sejarah Dunia, menggambarkan bagaimana suku Asia Tengah yang disebut Massagetae di perbatasan Timur Laut Persia mencari zat yang merubah keadaan sadar sebagai pengalaman kelompok (Herodotus 1998) (Book 1, Verse 202), dengan asap dari buah dan pembakaran tanaman yang tidak diketahui. Dalam teks lainnya, penggunaan kata ganja tertulis eksplisit dalam deskripsi ritual serupa yang dilakukan oleh bangsa Scythian di suatu tempat di utara Laut Hitam.

pengetahuan ganja medis Yunani Kuno
De Materia Medica Teks Inggris.

Pada abad ke-1 Masehi, Dioscorides menerbitkan Materia Medica, yang mungkin menjadi farmakope pertama di Dunia Barat, dan menjelaskan peran analgesik ganja (Dioscorides 1968), “kanabis adalah tanaman yang dengan banyak kegunaan dalam kehidupan sebagai pelintiran tali yang sangat kuat,… tapi jika di jus saat berwarna hijau segar, bagus untuk sakit telinga.”

Pada abad ke-2, dokter Yunani bernama Galen menguraikan tentang indikasi medis, terutama gastrointestinal (radang saluran pencernaan) (Brunner 1973), dan juga mencatat kanabis, “jika dikonsumsi dalam jumlah besar, dapat mempengaruhi kepala dengan mengirimkan uap hangat dan beracun.”

Selanjutnya, Oribasius menguraikan hal ini (Oribasius 1997), “biji hemp sulit dicerna dan buruk bagi perut, menyebabkan sakit kepala, dan tidak bermanfaat; dan sedikit panas.” Klaim efek samping yang tidak berdasar ini telah disuarakan oleh penulis dari Timur Tengah dan Eropa selama sekitar abad ke-15.

Penggunaan Ganja di Abad Pertengahan dan Dunia Islam

Penggunaan ganja sebagai obat dan pengobatan herbal atau hashish di dokumentasikan dengan baik dalam teks-teks Islam awal (Lozano Camara 1997). Jabir ibn Hayyan mengamati efek psikoaktif dalam Kitab al-Sumum (Book of Poisons) pada abad ke-8 (Lewis et al. 1971).

Pada abad ke-9, Sabur ibn Sahl, seorang dokter Kristen Nestorean di Persia menyebutkan penggunaan ganja sebanyak lima kali dalam dispensatoriumnya, al-Aqrabadhin al-saghir (Kahl 1994), yang merupakan dokumen farmakologi paling awal di Arab yang diketahui.

Menurut Dr. Indalecio Lozano (2000), ibn Sahl menawarkan empat resep obat majemuk yang mengandung ganja. Tiga di antaranya terdiri dari sejumlah besar bahan ganja, dan digunakan untuk mengobati berbagai rasa sakit, khususnya migrain dan sakit kepala. Dia meresepkan bahwa obat majemuk dari banyak jenis (theriac) dicampur dengan jus ganja (ma al-sahdanay) dan kemudian perlahan dimasukkan ke dalam hidung pasien.

Ini merupakan kutipan langsung terawal dari penggunaan ganja untuk migrain yang dapat di dokumentasikan oleh penulis. Resep tersebut menentukan metode pengobatan melalui parenteral (penyuntikan obat), intranasal (lewat hidung), yang menghindar dari pengobatan melalui mulut (oral) karena mual, emesis, dan gastroparesis dari gangguan tersebut.

Abu Mansur ibn Muwaffak di Persia abad ke-10 dalam karyanya, Kitab al-Abniya ‘an haqa’ iq al-Adwiya (Buku Dasar Farmakognosi), menggambarkan penggunaan serat ganja untuk membuat tali, dan tanamannya untuk mengobati sakit kepala menurut dua sumber (Lewis et al. 1971; Levey, 1973), meskipun terjemahan dari teks Jerman tampaknya lebih mengutarakan peringatan Galenic bahwasannya ganja menghasilkan sakit kepala (Kobert 1889).

karya tulis ibnu sina tentang ganja medis
Qanun fi Thib karya Ibnu Sina

Ganja juga muncul dalam teks medis Avicenna (ibn Sina) pada abad ke-10, yang mencatat manfaat medis ganja. Selain itu juga tercatat efek mabuk dari daun tanaman ganja (Ainslie 1826), juga dari Simeonis Sethi, seorang sarjana Bizantium di abad ke-11 (Sethi 1868), dan Maimonides di abad ke-12 (Meyerhof 1940; Maimonides 1979).

Pro-Kontra Penggunaan Ganja

Pada abad ke-12 Al-Biruni mencatat, “Galen berkata: ‘daun tanaman ini (hemp India) mengobati kentut — beberapa orang memeras (biji) segar untuk digunakan dalam sakit telinga. Saya percaya bahwa itu digunakan untuk nyeri kronis.’ ”

Di sepanjang Zaman Kejayaan Islam, pertentangan yang pasti muncul tentang ganja adalah mengadu efek medisnya dengan hal yang memabukkan, yang bisa dibilang bertentangan dengan ajaran Muslim. Sanksi pemerintah pertama yang diketahui atas ganja terjadi pada saat pemerintahan Raja al-Zahir Baybars pada penutupan abad ke-13 (Hamarneh 1957). Namun demikian, Umar ibn Yusuf ibn Rasul tetap menyarankan ganja untuk sakit telinga dan kepala (Lewis et al. 1971).

Beberapa abad kemudian, penggunaan alat elektrik bernama bar atau barsh, yang mengandung berbagai tumbuhan dengan atau tanpa ganja, membanjiri dunia Arab. Meski difitnah dan dilarang, ganja tetap dipertahankan karena banyaknya indikasi medis, termasuk pengobatan sakit kepala yang persisten (Lozano Camara 1990).

Teks medis Persia abad ke-17, Makhzan al-adwiya, menggambarkan ganja dalam berbagai persiapan, sebagai minuman yang memabukkan, stimulan dan obat penenang, tetapi juga (Dymock 1884), “daunnya baik untuk menjernihkan otak…” Sumber ini juga merekomendasikan tapal dari akar rebusan ganja (Kaplan 1969), “untuk menghilangkan nyeri saraf.”

Penggunaan Ganja Zaman Renaisans Eropa

Hildegard von Bingen, kepala biara abad ke-12, musisi, dan ahli herbal menulis tentang ganja dalam bukunya, Physica, yang menyatakan (Fankhauser 2001, hal 34):

Siapapun yang memiliki pikiran kosong (vacant brain) dan sakit kepala dapat mengkonsumsinya dan sakit kepala akan berkurang. Ganja tidak akan merugikan yang sehat dan yang otaknya sehat (full of brain). Jika seseorang sakit parah, ganja juga mengganggu sedikit pada perutnya. Memakan ganja tidak membahayakan orang dengan sakit yang sedang (moderat).

Kesadaran Eropa tentang psikoaktivitas ganja dihidupkan kembali dengan tulisan Garcia da Orta, yang mengunjungi India pada abad ke-16, dan mencatat sifat penenang dan merangsang nafsu makannya di dalam bukunya tahun 1563 (da Orta 1913).

Di saat yang sama, Rabelais menulis tentang ganja dalam Gargantua et Pantagruel, termasuk deskripsi tumbuhan yang sangat baik dan manfaat medisnya (Robinson 1946; Rabelais 1990). Prosper Alpinus (Alpin 1980) mengunjungi Mesir pada tahun 1591 dan mendokumentasikan penggunaan ganja sebagai pengobatan memabukkan dan visioner.

Penggunaan ganja sebagai pengobatan di Inggris terus berlanjut. Pada tahun 1640, di Theatrum Botanicum, The Theater of Plantes (Parkinson 1640), John Parkinson menunjukkan, “rebusan akar ganja dikatakan untuk menghilangkan peradangan di kepala, atau bagian lainnya.”

Culpeper juga menyuarakan hal yang sama dalam herbalnya yang terkenal (Culpeper 1994), ‘rebusan akar ganja menyembuhkan radang kepala, atau bagian lain; ramuan atau air sulingnya, juga melakukan hal yang sama.”

Dokumentasi Eropa lainnya tentang penggunaan ganja psikoaktif dan pengobatan medisnya juga ditunjukkan oleh Ange de Saint-Joseph (1681), Berlu, dalam bukunya tahun 1690, Treasury of Drugs (Flückinger 1879), George E. Rumpf (Rumpf and Beekman 1981), Rheede (1678-1692), Chardin (1711), Engelbert Kaempfer dalam karyanya Amoenitatum Exoticarum Politico-Physico-Medicarum (Dolan 1971; Kaempfer 1996), dan Lemery (1733).

Dalam bukunya, Traité du Chanvre, Marcandier (1758) mencatat efek memabukkan dan anti-inflamasi ganja yang terkait, “akarnya direbus dalam air, dan dioleskan dalam bentuk tuam (cataplasm), melembutkan dan meringankan persendian jari yang ditarik, cukup kuat melawan asam urat, dan pembengkakan saraf, otot, dan bagian tendon lainnya.”

Linnaeus mengutip penggunaan Cannabis sativa ini dalam Materia Medica (Linné 1772). Ini mendukung konsep bahwa ilmuwan sebelumnya tidak hanya memahami sifat psikotropika dari ganja, tetapi juga mengakui nilai analgesiknya. Bergius mencatat perbedaan antara efek psikoaktif ganja yang ditanam di Timur dibandingkan dengan sampel Eropa (Bergius and Hesselberg 1782).

Setelah kampanye Napoleon di Mesir, penggunaan ganja dipopulerkan melalui karya sastra Silvestre de Sacy (Sacy 1809), dan kemudian Moreau (1845), Gautier (1846), dan Baudelaire (1860), yang merupakan pendukung Le Club des Hachichins.

Dokumentasi penggunaan ganja dalam sejarah dunia sebagai obat sakit kepala yang ditulis Dr. Ethan Russo dalam artikelnya berjudul Hemp for Headache (2001),  dapat menjadi landasan untuk mencari pengobatan di masa depan atau mengingatkan kembali peradaban saat ini bahwa ganja pernah dimanfaatkan hampir di seluruh dunia.


Referensi:
-Hemp for Headache: An In-Depth Historical and Scientific Review of Cannabis in Migraine Treatment, Dr. Ethan Russo (2001)

Tinggalkan komentar

Sharing is caring