Cannabinoid Adalah Esensi Dasar Homeostatis dalam Kehidupan

Baca Ganja – Cannabinoid adalah esensi dasar homeostatis (penstabil) dalam kehidupan yang bukan hanya ditemukan dalam tumbuhan ganja, tetapi juga dalam sistem tubuh manusia dan hewan.

ganja medis | cannabinoid adalah

Ganja umumnya dikenal sebagai ‘tumbuhan ajaib’ yang telah digunakan sejak ribuan tahun lalu, dan bukti penggunaannya untuk pengobatan dapat ditemukan pertama kali dalam catatan teks kuno pengobatan tradisional Cina yang ditulis sejak sekitar 2.700 SM.

Penggunaan ganja untuk pengobatan juga terdapat di belahan dunia lainnya yang tertulis dalam kitab Mesir Kuno. Selain itu, di zaman Yunani Kuno keberadaan ganja telah dicatat oleh ‘Bapak Sejarah Dunia‘ semasa hidupnya sejak sekitar 430 SM.

Namun catatan penggunaan ganja medis baru ditulis sekitar tahun 50-70 M oleh seorang dokter farmakolog dan botani asal Yunani Kuno bernama Dioscorides dalam sebuah bukunya berjudul De Materia Medica, dimana buku tersebut menjadi landasan pengetahuan penting dalam dunia pengobatan untuk generasi peradaban dunia selanjutnya.

Walaupun ganja telah digunakan sejak ribuan tahun yang lalu oleh peradaban manusia sebagai ‘tumbuhan ajaib’ untuk mengobati berbagai penyakit, namun ‘keajaiban’ dari tumbuhan ganja baru terjawab oleh dunia sains pada tahun 1940-an di mana pertama kalinya peneliti menemukan senyawa pada ganja yang disebut cannabinoid.

Temuan Cannabinoid dimulai dari Penelitian Ganja

cannabinoid ganja
Struktur senyawa cannabinoid THC, CBD, CBN.

Dengan seiring berkembangnya teknologi dalam dunia ilmu pengetahuan, akhirnya peneliti pertama kalinya dapat mengidentifikasi satu jenis cannabinoid di tahun 1940 yang disebut cannabinol (CBN), lewat proses isolasi ekstrak tumbuhan ganja segar yang telah disimpan sejak tahun 1850-an.

Kemudian di tahun yang sama, peneliti juga menemukan senyawa cannabidiol (CBD) beserta dengan senyawa asam cannabidiol pada tanaman ganja segar. Sedangkan senyawa tetrahydrocannabinol (THC) yang memiliki potensi kuat neuroaktif, pertama kali diesktrak dari tumbuhan ganja pada tahun 1942.

Identifikasi Awal Karakter Cannabinoid

Dari ketiga jenis cannabinoid yang ditemukan pada ganja saat itu; cannabinol (CBN), tetrahydrocannabinol (THC), dan cannabidiol (CBD), masing-masing kemudian diberikan kepada hewan mamalia pengerat (kelinci dan tikus) untuk dilakukan pengujian ilmiah terhadap efek dari ketiga jenis senyawa tersebut.

Hasil riset menunjukkan hewan yang diberikan THC menunjukkan efek katalepsi (gangguan kesadaran dan motorik) yang tinggi, sedangkan CBN menunjukkan efek katalepsi sedikit, dan pemberian CBD tidak menunjukkan gejala katalepsi pada hewan uji coba.

Pada tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an, penelitian cannabinoid dalam dunia farmasi meningkat secara pesat; di mana ratusan senyawa cannabinoid lainnya dapat di identifikasi. Hal ini terutama lebih disebabkan karena meluasnya penggunaan ganja rekreasional saat itu (era hippies) daripada minat terhadap ekstrak ganja yang berlisensi.

Para peneliti mencoba mengidentifikasi karakter masing-masing cannabinoid; baik efek medis, psikoaktif, serta membandingkan tingkat keamanan dengan penggunaan obat rekreasional lainnya. Selain potensi efek medis yang dimiliki cannabinoid, peneliti juga tidak menemukan satupun kematian overdosis akibat dari mengkonsumsi senyawa ganja tersebut.

overdosis ganja cannabinoid
Sumber: The Emperor Wears No Clothes – Jack Herer (1985)

Walaupun di saat itu peneliti sudah mampu mengidentifikasi senyawa cannabinoid, dan bahkan menghasilkan obat farmasi dari ekstrak ganja yang diberi hak paten farmasi; seperti dronabinol (Marinol®) dan nabilone (Cesamet®). Namun peneliti tidak banyak menjelaskan bagaimana cara kerja atau mekanismenya untuk menghasilkan suatu efek bagi tubuh dan pikiran.

Cannabinoid Alami dalam Tubuh Manusia dan Hewan (Endocannabinoid System)

Hingga akhirnya di tahun 1988 penelitian menerapkan metode baru dalam pengujian terhadap tikus laboratorium yang dinamakan teknik radiolabeling. Teknik ini mempermudah akses untuk pelabelan bahan aktif farmasi, dan dari sini pertama kalinya peneliti menemukan dua reseptor di bagian membran otak tikus dengan afinitasi (daya ikat) tinggi terhadap cannabinoid THC.

Kedua reseptor ini dinamakan sebagai reseptor cannabinoid CB1 dan CB2 yang banyak terdapat di bagian sistem saraf, sistem pencernaan, dan sistem imun tubuh. Reseptor CB1 dan CB2 dimiliki oleh seluruh organisme hidup kecuali serangga. Selain reseptor cannabinoid, di awal tahun 1990-an penelitian menemukan mekanisme atau sistem biologis yang lebih kompleks, dengan sebutan sistem endocannabinoid.

Endocannabinoid berasal dari kata ‘endo’ yang artinya ‘dari dalam’, dan ‘cannabinoid’ yang diambil dari nama senyawa pada tumbuhan ganja. Sistem biologis ini berperan penting menjaga keadaan homeostatis agar kondisi tubuh tetap dalam keadaan stabil; seperti saat suhu ruangan cukup panas maka tubuh akan mengeluarkan keringat untuk menstabilkan suhu dalam tubuh, sebaliknya jika suhu ruangan cukup dingin maka tubuh akan menggigil karena tubuh meningkatkan produksi metabolitnya untuk menghasilkan energi panas tambahan.

Dalam temuan sistem endocannabinoid penelitian juga menemukan senyawa alami yang dihasilkan oleh tubuh yang mirip dengan cannabinoid THC; yaitu senyawa anandamide dan 2-AG (2-Arachidonoylglycerol).

Senyawa Anandamide dan 2-AG yang merupakan Endocannabinoid

endocannabinoid
Struktur senyawa endocannabinoid Anandamide dan 2-AG.

Kedua senyawa endocannabinoid yang dihasilkan dari sistem biologis manusia dan hewan ini kemudian di uji coba kepada tikus laboratorium, dan penelitian menunjukkan kedua senyawa endocannabinoid; anandamide dan 2-AG, berperan penting sebagai regulator utama dalam proses penyembuhan, mengatur tingkat nafsu makan, memori, suasana hati, kualitas tidur, sistem imun tubuh, hingga sistem reproduksi.

Penelitian menemukan bahwa senyawa endocannabinoid bekerja dengan mengatur pelepasan hormon dopamin, serotonin, dan neurotransmitter lainnya. Endocannabinoid juga membantu tubuh menahan segala jenis kerusakan biologis, di mana dalam penelitian menunjukkan tingkat pemulihan klinis yang lebih baik pada mamalia yang mengalami cedera otak.

Alasan mengapa senyawa endocannabinoid; anandamide dan 2-AG, berperan sangat penting dalam meregulasi kerja tubuh organisme makhluk hidup karena senyawa ini bekerja dengan mengikat jaringan reseptor cannabinoid CB1 dan CB2 yang terdapat pada bagian hampir di seluruh tubuh.

Ada juga jenis senyawa cannabinoid dari tumbuhan lain selain ganja yang memiliki potensi pengobatan yang hampir mirip dengan cannabinoid ganja, dan senyawa tersebut digolongkan sebagai phytocannabinoid.

Cannabinoid dari Tumbuhan Lain selain Ganja (Phytocannabinoid)

Ada beberapa jenis tumbuhan yang hingga saat ini diteliti memiliki kandungan senyawa yang mirip dengan cannabinoid karena juga mengikat target reseptor cannabinoid. Senyawa-senyawa ini digolongkan sebagai phytocannabinoid, yang berasal dari kata ‘phyto’ artinya ‘berkaitan dengan tumbuhan’ dan ‘cannabinoid’ yang diambil dari nama senyawa cannabinoid pada ganja.

Contoh phytocannabinoid adalah senyawa beta-caryophyllene yang banyak terdapat pada brokoli, dan senyawa alkylamides yang ditemukan pada jenis bunga Echinacea (purple-coneflower). Senyawa phytocannabinoid juga memiliki efek medis sama dengan cannabinoid pada ganja; seperti mengatasi epileptik, anti-viral, antioksidan, anti-inflamasi, analgesik, anti-kanker, anti-diabetik, dan mengurangi rasa nyeri hingga kecemasan.

Phytocannabinoid ini bekerja pada tubuh organisme manusia atau hewan dengan mengikat salah satu reseptor cannabinoid, yaitu CB2 yang banyak terdapat di bagian sistem saraf tepi (perifer) dan sistem imun tubuh. Walaupun jenis phytocannabinoid lain juga menargetkan reseptor cannabinoid, tetapi terdapat cara kerja modulasi kimiawi yang berbeda saat menerima atau memberi sinyal neuron antara cannabinoid pada ganja dan phytocannabinoid pada jenis tumbuhan lain, sehingga menghasilkan sedikit efek yang mirip namun berbeda.

Esensi Dasar Homeostasis dalam Kehidupan

Sistem endocannabinoid dan cannabinoid ganja berperan penting dalam sistem regulasi mekanisme biologis tubuh, di mana kekurangan sistem endocannabinoid atau clinical endocannabinoid deficiency akan menyebabkan gejala sakit kepala (migrain), fibromyalgia, dan iritasi usus besar (IBS).

Ada tiga cara meningkatkan kadar endocannabinoid dalam tubuh, yaitu mengkonsumsi omega-3 dan omega-6, berolahraga, atau mengkonsumsi senyawa phytocannabinoid pada tumbuhan termasuk cannabinoid pada ganja dengan kadar yang cukup.

Selain untuk pengobatan, catatan sejarah peradaban manusia juga menunjukkan keberadaan ganja dalam beberapa sejarah keagamaan mula-mula di dunia; seperti dalam kitab Veda (Hindu), kitab Torah (Yahudi), dan kitab Avesta (Zoroastrian). Jejak sisa-sisa senyawa cannabinoid ganja juga ditemukan arkeolog di dalam kemah ibadah bangsa Yahudi Kuno.

Bagaimana ganja membantu mencapai kesadaran spiritualitas dibuktikan juga dengan temuan ilmiah yang menunjukkan cannabinoid THC memodulasi jaringan saraf di bagian precuneus yang berperan penting dalam kesadaran dan proses merefleksikan diri, yang berkaitan dengan keadaan meditatif untuk mencapai keadaan suwung; konsep bertemunya diri dengan kehampaan universal tanpa bentuk.

Mungkin saja temuan ilmiah saat ini terkait potensi manfaat senyawa cannabinoid dalam pengobatan menunjukkan esensinya sebagai dasar homeostatis (penstabil) dalam kehidupan; baik untuk tubuh dan pikiran.

Referensi:
-https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7605027/
-https://www.nature.com/articles/35097089
-https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0753332221007459

Tinggalkan komentar

Sharing is caring