Ganja Menggugat: Sebuah Jawaban dan Harapan

Baca Ganja – Tak bisa dipungkiri bahwa saat ini masyarakat mengalami berbagai bentuk keresahan, mulai dari akibat pandemi, ekonomi, keadilan sosial, hingga masalah lingkungan hidup. Sudah saatnya ganja menggugat agar menghidupkan kembali harapan yang sirna dan memberikan jawaban solutif.

Ganja menggugat
Ganja menggugat

Rasa pesimis tentu melekat erat dengan keresahan. Kendati demikian jika pesimistik mampu ditertibkan dalam pikiran sekaligus sebagai konsep dalam pemikiran kritis, justru menghasilkan sebuah kesimpulan argumentatif sekaligus ide baru.

Kita semua mengetahui bahwa konsep ilmu pengetahuan, sejarah, budaya, dan literasi dapat dimanfaatkan untuk melahirkan pengetahuan dan pemikiran baru. Namun sayangnya, diskusi publik hari-hari ini terbilang jauh dari pembicaraan literasi, sains, sejarah, dan budaya.

Salah satu contoh keengganan rezim pemerintah mendorong pengetahuan bangsa Indonesia adalah, tidak adanya penelitian ganja untuk medis sampai saat ini, dan pemerintahan yang berkaitan justru terlihat mengarahkan diskusi publik tentang ganja pada stigmatisasi tanpa data yang jelas dan terbuka.

Ganja Menggugat

Sumber: instagram @bacaganja

Keterangan Ibu Dwi Pertiwi, orangtua Musa, menceritakan kondisi anaknya yang tengah mengidap celebral palsy dalam ‘Media Gathering Judicial Review Pasal Pelarangan Narkotika Gol. 1 Untuk Pelayanan Kesehatan’ di kanal Youtube Indonesia Tanpa Stigma (18 November 2020)

Tanggal 19 November 2020, Koalisi Masyarakat Sipil mendampingi tiga ibu-ibu (termasuk Ibu Dwi Pertiwi) dari tiga anak yang menderita cerebral palsy. Meminta MK agar mencabut Pasal 8 ayat (1) UU Narkotika dan menyatakan pelarangan penggunaan Narkotika Golongan I untuk pelayanan kesehatan bertentangan dengan Konstitusi.

Selain itu juga meminta Penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf a UU Narkotika untuk diubah dengan mencabut definisi Narkotika Golongan I menjadi dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan pelayanan kesehatan/terapi, dengan tetap menyebutkan potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.

Hal ini juga dapat dilihat sebagai kritik yang keras pula terhadap penerapan kebijakan narkotika di Indonesia yang saat ini terlampau berat pada metode penegakan hukum pidana. Kebijakan narkotika sudah saatnya mulai dievaluasi dan diarahkan untuk lebih memperhatikan aspek kesehatan masyarakat dan diambil berbasiskan bukti ilmiah (evidence-based policy), seperti ditulis dalam caption akun instagram IJSR, @ijrs_official.

Ekspor-Impor Ganja
I Ketut Suastika, SE., Ak., MM. dan Robay Atsaka (Ketua HEMPI).

Selain itu, Yayasan Herbal Medis Persada Indonesia (HEMPI) merangkul ahli perpajakan, I Ketut Suastika, untuk menantang Direktorat Jendral Pajak yang di bawah naungan Kementerian Keuangan untuk mempublikasikan data ekspor-impor produk turunan ganja beserta jumlah pajak yang diterima oleh negara dari ekspor-impor itu.

Pengusutan data ekspor-impor produk turunan ganja milik Badan Pusat Statistik (BPS) yang dilakukan Yayasan HEMPI bersama I Ketut Suastika diharapkan sebagai langkah awal guna mendorong dan menyadarkan pemerintah agar membuka ruang bagi tanaman ganja sebagai pendorong kesejahteraan hidup masyarakat.

Yayasan HEMPI yang berdomisili di Pulau Bali, juga ingin mendorong pariwisata di Pulau Dewata dan diharapkan menjadi tempat wisata nomor wahid di Asia Tenggara. I Ketut Suastika juga mengharapkan suatu hal yang terlarang akibat kurangnya peninjauan hukum dapat diberdayakan untuk memajukan ekonomi.

Kembali pada tahun 2017, kita mengingat bahwa ada seorang suami yang dengan penuh cinta mencoba menyembuhkan penyakit istrinya dengan ganja. Pada kenyataannya, ganja menunjukkan bukti potensial medis dan sang istri menunjukkan tanda-tanda kondisi yang membaik, namun akhirnya berujung pada ketidakadilan. (Baca: PNS tanam ganja untuk obat istri, saatnya ganja demi kesehatan?)

Mungkin kita harus mengingat kembali kutipan dari pidato Bung Karno, JASMERAH. Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah. Namun tampaknya, semboyan itu hanya di politisasi, namun (JASMERAH) tak pernah digunakan sebagai mata untuk melihat dalam perspektif ketidakadilan.

Harapan dan Jawaban

Saatnya ganja menggugat untuk menghidupkan kembali harapan yang sirna, sekaligus sebagai alat untuk melahirkan konsep ide baru yang dapat menjadi antidot (penawar) atas keresahan yang dialami masyarakat hari-hari ini. Selain itu, sudah saatnya masyarakat Indonesia harus “sadar dan panik” terhadap krisis lingkungan (enviromental crisis).

ganja menggugat
Person of the Year, Majalah TIME 2019.

Seperti yang diucapkan seorang aktivis lingkungan milenial, Greta Thunberg (2003) dalam pidatonya di World Economic Forum (2019) yang dihadiri pemimpin dunia mengatakan, “Saya tidak ingin harapan anda. Saya ingin anda panik. Saya ingin anda merasakan ketakutan yang saya rasakan. Setiap hari. Dan saya ingin anda bertindak. Saya ingin anda bertindak seperti rumah kita sedang terbakar. Karena itulah adanya.”

Dikutip dari Kompas.com (15/11/20), Kepala Bidang Diseminasi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG, Hary Tirto Djatmiko mengatakan, pemantauan BMKG memang menunjukkan adanya peningkatan suhu tertinggi siang hari pada beberapa hari terakhir.

Cuaca panas yang terjadi terutama dirasakan di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara. BMKG menjelaskan salah satu penyebabnya karena kedudukan gerak semu matahari tepat di atas Pulau Jawa dalam perjalanannya menuju posisi 23 lintang selatan setelah meninggalkan ekuator.

Jika melihat dengan pandangan yang lebih luas, cuaca panas dapat menjadi indikator atas isu krisis lingkungan yang saat ini juga menjadi masalah di berbagai belahan dunia. Selain dikenal sebagai tanaman yang memiliki potensi medis, tanaman cannabis yang dikenal sebagai hemp juga dapat menjadi solusi atas krisis lingkungan yang terjadi.

Sudah saatnya ganja menggugat agar dimanfaatkan secara potensial untuk kemaslahatan masyarakat sekaligus persiapan menghadapi ancaman yang lebih serius kedepan, yaitu enviromental crisis. Saatnya ganja untuk kemaslahatan bangsa, karena kedepan tugas kita adalah menyelamatkan bumi dari krisis lingkungan.

Tinggalkan komentar

Sharing is caring