Baca Ganja – Pada awal tahun 2020, BNN menolak dengan tegas usulan terkait legalisasi tanaman ganja untuk komoditas ekspor. Namun pada bulan Agustus akhir, publik dihebohkan dengan catatan ekspor-impor ganja milik Badan Pusat Statistik (BPS).
Dilansir CNBC Indonesia (30/8/20), BPS memiliki catatan ekspor-impor produk turunan ganja. Untuk ekspor, ada dua golongan barang turunan ganja yang dijual ke luar negeri.
Berikut perincian volume dan nilai ekspor selama periode Januari-Juni 2020:
HS | Produk | Volume (Kg) | Nilai (US$) |
12119012 | Cannabis used primarily in pharmacy, not in cut, crushed or powdered form | 1.848 | 12.936 |
13019030 | Cannabis resins | 67.925 | 34.174 |
Sedangkan di sisi impor, Indonesia juga mendatangkan produk-produk turunan ganja. Berikut perincian produk, volume, dan nilai impornya selama periode Januari-Mei 2020:
HS | Produk | Volume (Kg) | Nilai (US$) |
1219012 | Cannabis used primarily in pharmacy, not in cut, crushed or powder | 4 | 9 |
13019030 | Cannabis resins | 386.397 | 1.212.730 |
13021920 | Extracts and tinctures of cannabis | 333 | 13.966 |
Ekspor-Impor Ganja Harus Diusut
Karena kejanggalan dari data milik BPS mengenai catatan ekspor-impor ganja, maka Yayasan HEMP Indonesia melalui Ketua Yayasan, Robay Atsaka bekerjasama dengan Ahli Perpajakan, I Ketut Suastika, untuk menantang Direktorat Jendral Pajak yang di bawah naungan Kementerian Keuangan, Sri Mulyani, untuk membongkar data tersebut, beserta jumlah pajak yang diterima oleh negara dari ekspor-impor itu.
Robay Atsaka merupakan perwakilan Indonesia untuk Medical Cannabis di Malaysia, dan merupakan salah satu pencetus Medical Cannabis ASEAN dengan adanya MOU dengan berbagai negara.
Dalam pertemuan di Forum Medicalization of Medical Hemp’s in Malaysia, 19 Maret 2019 lalu, Robay Atsaka banyak menemui perwakilan dari luar negeri dan Kementerian Malaysia.
Salah satunya bertemu dengan Ben Dronkers, yang mendirikan Hash, Marihuana, & Hemp Museum di Amsterdam dan sekaligus pendiri Sensi Seeds Bank, yang merupakan perusahaan berbasis di Amsterdam dan sebagai perusahaan produsen benih ganja terbesar di dunia.
Dikatakan adanya kejanggalan karena sebelumnya di awal tahun 2020, BNN pernah menolak dengan tegas usulan tanaman ganja untuk komoditas ekspor. Namun anehnya, mengapa BPS mencatat bahwa Indonesia pernah melakukan ekspor ganja — bahkan juga impor — yang juga pernah dibahas dalam artikel berjudul ‘Tanda Tanya Ganja,..”
Jika Badan Pusat Statistik (BPS) memiliki catatan ekspor-impor ganja, wajar mempertanyakan jumlah pajak yang didapat. Justru prasangka terburuk bisa timbul jika ternyata ekspor-impor ganja bebas dari pajak. Apalagi melihat ganja dikaterogikan sebagai Narkotika Golongan I.
Sepatutnya Kementerian Keuangan bersedia untuk membuka data ekspor-impor ganja ke publik sebagai transparansi sekaligus mengembalikan kepercayaan publik yang hari-hari ini berkurang. Semoga saja apa yang diucapkan Rizal Ramli mengenai Menteri Keuangan Terbaik Terbalik itu tidak benar, “terbaik buat debitur yang kasih pinjam, terbaik terbalik buat rakyat Indonesia.”