Ekosentrisme: Konsep untuk Mempersiapkan Mental Indonesia dalam Legalisasi Ganja

Baca Ganja – Legalisasi memerlukan edukasi yang luas agar dapat membentuk dan menghubungkan suatu konsep atau etika, serta memahami ganja itu sendiri. Sifatnya sebagai penyeimbang alam yang baik, juga melebur dengan baik dalam konsep lingkungan ekosentrisme.

ekosentrisme - legalisasi ganja

Lingkungan hidup merupakan sumber kehidupan manusia, binatang, tumbuhan dan keanekaragaman hayati lainnya. Lingkungan hidup memiliki sistem yang merupakan sistem kehidupan itu sendiri.

Manusia dan seluruh entitas kehidupan, dalam memenuhi kebutuhannya selalu bersinggungan dengan lingkungan. Oleh karena itu, dalam setiap aspek kegiatan manusia, harus memperhatikan aspek perlindungan dan pengelolaan lingkungan, agar tetap terjaga keseimbangan yang harmonis dalam ekologi.

Seluruh kegiatan manusia yang berhubungan dengan lingkungan akan menjadi resultante bagi kondisi suatu lingkungan tertentu. Dampak antara kegiatan manusia dengan lingkungan telah berkembang menjadi bidang ilmu ekologi, yakni ilmu yang mempelajari hubungan antara satu organisme dengan yang lainnya, dan antara organisme dengan lingkungannya. Tetapi keadaan alam sekarang sudah tidak lagi bersahabat dengan manusia, dikarenakan tuntutan zaman yang menyebabkan gaya hidup modern yang membuat alam dan manusia memiliki kesenjangan.

Upaya untuk bertahan di zaman yang menjadikan teknologi sebagai solusi dari masalah sosial atau fisik yang muncul dalam masyarakat, terpaksa mendorong manusia untuk berpikir rasional. Tetapi rasionalitas tersebut tidak dapat disamakan dengan pergerakan alam. Pergerakan alam tidak dapat dihadapi dengan sekedar rasionalitas, namun membutuhkan proses untuk mengenali alam dan jenis etika baru dalam masyarakat.

Teori Lingkungan Hidup

Dalam garis besar, ada beberapa teori etika lingkungan hidup, yaitu; Antroposentrisme, Biosentrisme, dan Ekosentrisme. Lalu, “mengapa Ekosentrisme dapat menjadi salah satu jawaban?”. Berikut penjabaran singkat mengenai teori-teori tersebut.

1. Teori Antroposentrisme

Antroposentrisme adalah teori etika lingkungan hidup yang memandang manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta. Antroposentrisme juga merupakan teori filsafat bahwa nilai dan prinsip moral hanya berlaku bagi manusia, dan bahwa kebutuhan dan kepentingan manusia mempunyai nilai paling tinggi dan paling penting. Bagi teori ini, etika hanya berlaku pada manusia. Maka, segala tuntutan mengenai perlunya kewajiban dan tanggung jawab moral manusia terhadap lingkungan hidup dianggap sebagai tuntutan yang berlebihan, tidak relevan, dan tidak pada tempatnya.

Kewajiban dan tanggung jawab moral manusia terhadap lingkungan hidup semata-mata hanya demi memenuhi kepentingan sesama manusia. Oleh karenanya, alam pun hanya dilihat sebagai objek, alat, dan sarana bagi pemenuhan kebutuhan dan kepentingan manusia. Alam hanya alat bagi pencapaian tujuan manusia dan tidak memiliki nilai pada dirinya sendiri.

Etika Antroposentrisme menekankan hal hal berikut: Manusia terpisah dari alam; mengutamakan hak-hak manusia atas alam tetapi tidak menekankan tanggung jawab manusia; mengutamakan perasaan manusia sebagai pusat keprihatinannya kebijakan dan manajemen sumber daya alam untuk kepentingan manusia; norma utama adalah untung rugi; mengutamakan rencana jangka pendek.

2. Teori Biosentrisme

Albert Schweitzer, seorang pemenang nobel tahun 1952, pendapatnya bersumber pada kesadaran bahwa kehidupan adalah hal sakral. Kesadaran ini mendorong manusia untuk selalu berusaha mempertahankan kehidupan dan memperlakukan kehidupan dengan sikap hormat.

Bagi Albert Szhweitzer, orang yang benar-benar bermoral adalah orang yang tunduk pada dorongan untuk membantu semua kehidupan, ketika ia sendiri mampu membantu semua kehidupan, ketika ia sendiri mampu membantu dan menghindari apapun yang membahayakan kehidupan.

Etika biosentrisme didasarkan pada hubungan yang khas antara manusia dan alam, dan nilai yang ada pada alam itu sendiri. Alam dan seluruh isinya mempunyai harkat dan nilai dalam seluruh komunitas kehidupan di bumi; memiliki nilai karena ada kehidupan didalamnya, terlepas dari apapun kewajiban dan tanggung jawab moral yang manusia miliki terhadap sesamanya. Manusia mempunyai kewajiban dan tanggung jawab moral terhadap semua makhluk di bumi ini.

3. Teori Ekosentrisme

Sebagaimana teori Biosentrisme, teori Ekosentrisme ini merupakan teori yang menentang cara pandang yang dikembangkan oleh Antroposentrisme, yang membatasi keberlakuan etika hanya pada komunitas manusia. Ekosentrisme sering sekali disebut sebagai kelanjutan dari Biosentrisme, karena keduanya memiliki pandangan dasar yang sama. Namun Ekosentrisme berkaitan dengan etika lingkungan yang lebih luas.

Berbeda dengan Biosentrisme yang hanya memusatkan etika pada Biosentrisme, pada kehidupan seluruhnya, Ekosentrisme justru memusatkan etika pada seluruh komunitas ekologis, baik yang hidup maupun tidak. Karena secara ekologis, makhluk hidup dan benda-benda abiotik (benda mati yang ada di permukaan bumi, misal: tanah dan air) lainnya saling berkaitan satu sama lain. Oleh karenanya, kewajiban dan tanggung jawab moral tidak hanya dibatasi pada makhluk hidup. Kewajiban dan tanggung jawab moral yang sama juga berlaku terhadap semua realitas ekologis.

Ekosentrisme semakin diperluas dalam deep ecology dan ecosophy yang sangat menggugah pemahaman manusia tentang kepentingan seluruh komunitas ekologis. Deep ecology menuntut suatu etika baru yang tidak berpusat pada manusia, melainkan berpusat pada keseluruhan kehidupan dengan upaya mengatasi persoalan lingkungan hidup.

Etika ekosentris mendasarkan diri pada kosmos. Menurut etika ekosentris ini, lingkungan secara keseluruhan dinilai pada dirinya sendiri. Etika ini, menurut ekologi etis tingkat tinggi, yakni deep ecology, adalah yang paling mungkin sebagai alternatif untuk memecahkan dilema etis ekologi. Hal terpenting adalah tetap bertahannya semua yang hidup dan yang tidak hidup sebagai komponen ekosistem yang memiliki tanggung jawab moralnya sendiri.

Konsep Ekosentrisme dalam Upaya Mempersiapkan Mental Bangsa

Bahkan secara teori, telah menjadi pertarungan dimana setiap teori lingkungan hidup mempunyai dasar dan kepentingan yang berbeda dan turut menimbulkan konflik kepentingan antar kelompok dan individu. Dengan situasi kehidupan seperti ini, menyebabkan sifat manusia menjadi apatis dan pragmatis, yang mana secara sadar atau tidak sadar, telah mengeksploitasi sumber daya alam selama berabad-abad.

Ekosentrisme adalah etika lingkungan yang tepat untuk diterapkan di kehidupan nyata sekarang, agar dapat bertahan dengan mempunyai kehidupan yang dapat bersanding dengan alam secara damai, karena manusia akan selalu hidup berdampingan dengan alam. Negara Indonesia adalah sumber budaya dunia, dimana negara kita kaya akan Sumber Daya Alam dan sebagai masyarakat yang kaya akan budaya.

Baca juga:
Green Politic: Jalan pemanfaatan ganja untuk lingkungan dan masyarakat
Manfaat hemp bagi lingkungan, solusi milenial terhadap global warming
Ganja adalah budaya bangsa Indonesia

Namun dalam sejarah tercatat, bahwa bangsa Indonesia selalu menjadi negara yang dijajah, hanya karena dasar kepentingan yang lebih berkuasa. Meskipun negara ini sudah mendapatkan kemerdekaan, tetapi itu bukan menjadi tolak ukur untuk kita mendapatkan hak yang seutuhnya, karena secara ekonomi kita masih dijajah dengan cara yang tidak lebih baik juga.

Keadaan Indonesia saat ini, juga dikarenakan Indonesia adalah negara konsumtif dimana itu menjadi penyebab utama mudahnya dijajah dalam segala aspek kehidupan masyarakatnya. Manusia harus fleksibel dengan alam, tidak boleh egois untuk sustainability (keberlangsungan hidup), dan konsep kita belajar mengerti alam, dapat kita terapkan juga untuk kita bertahan di kehidupan sosial secara sehat jasmani dan rohani.

Siapnya Indonesia untuk legalisasi ganja dapat dinilai dari perkembangan kelestarian alamnya dibandingkan dengan yang dirusak, dan dimana seluruh masyarakatnya mulai peduli dengan kepentingan bangsa untuk menjadi negara yang mandiri. Mandiri dalam arti berkurangnya investor negara lain di tanah air.

Dengan hal sesederhana itu, sudah dapat menjadi pertimbangan bahwa negara ini menuju kearah yang lebih baik. Kenapa? karena satu persatu hal, yang biasanya kita di bantu oleh negara lain atas unsur kepentingan menjadi berkurang. Dan kita sebagai negara dapat menentukan nasib di tangan kita sendiri, di situlah sebuah tiang suatu badan tidak akan mudah terpecah. Teori ini juga mengajarkan bahwa manusia juga tidak boleh egois hanya karena unsur kepentingan, menghalalkan banyak cara yang bukan seharusnya.

Salah satu faktor penyebab kerusakan alam juga meliputi masuknya Industrialisasi, dimana ada unsur ekonomi yang menjadi kepentingan. Dan disitulah etika lingkungan hidup yang sebenarnya berubah, dimana ada sebuah pengertian yang mengakibatkan salah dalam melakukan pengelolaan alam. Konsep Ekosentrisme bukan hanya membantu kita memperbaiki alam, tetapi juga membangun mental manusia untuk bersinergi dengan alam.

 

Tinggalkan komentar

Sharing is caring