Baca Ganja – Tentang status regulasi ganja di 5 negara demokrasi terbesar di dunia, dan memeriksa seberapa besar pengaruh demokrasi terhadap legalisasi.
Isu legalisasi ganja di Indonesia masih bagaikan jauh panggang dari api, tapi setidaknya masih ada sedikit harapan untuk memulihkan demokrasi. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menurunkan syarat ambang batas pencalonan kepala daerah (dari minimal 20% suara menjadi 6,5-10%) menjelang Pilkada memberi sedikit angin segar bagi demokrasi, meskipun demokrasi yang sehat sesungguhnya adalah pencalonan kepala daerah atau presiden tanpa syarat ambang batas.
Memang putusan MK soal Pilkada tidak ada hubungannya dengan legalisasi ganja, tetapi berhubungan dengan demokrasi sebagai jembatan menuju legalisasi ganja. Hal ini dapat dilihat dari 5 negara terbesar yang menerapkan sistem demokrasi; India, Amerika Serikat, Indonesia, Brazil, dan Jepang. Dan hanya Indonesia yang memiliki regulasi ganja yang paling diskriminatif.
5 Negara Demokrasi Terbesar dan Regulasi Ganjanya
India
Meskipun budaya keagamaan Hindu di India erat kaitannya dengan tumbuhan ganja, namun kebijakan narkotikanya hanya memperbolehkan menggunakan daun dan biji ganja, serta melarang penjualan atau produksi bunga ganja. Meskipun demikian, pemerintah daerah mempunyai kewenangan / otoritas untuk mengatur dan membentuk regulasi ganjanya sendiri; seperti di wilayah Himachal Pradesh dan Madhya Pradesh.
Amerika Serikat
Negara adidaya dan kapitalis terbesar ini pernah melakukan konspirasi anti-ganja terhadap warganya sendiri sebelum akhirnya mereka menjadi negara nomor satu dalam perkembangan ganja industri di dunia. Hingga saat ini, dari 50 negara bagian Amerika Serikat, sudah ada 46 negara bagian yang meregulasi kebijakan ganjanya, dan hanya 4 negara bagian yang meng-ilegalkan ganja secara penuh (South Carolina, Kansas, Wyoming, dan Idaho).
Indonesia
Sebagai salah satu dari 5 negara demokrasi terbesar di dunia, Indonesia lah yang memiliki kebijakan ganja yang paling diskriminatif. Dimana penggunaan atau kepemilikan ganja dalam bentuk apapun dilarang (sesuai dengan UU Narkotika tahun 2009). Meskipun beberapa wilayah seperti Aceh dan Maluku memiliki sejarah dan budaya lokal terhadap pengunaan ganja, tapi pemerintah mengabaikan budaya lokal ini dan justru membungihanguskan ganja. Ini sama dengan gambaran bagaimana negara menginjak budaya masyarakatnya sendiri daripada upaya melestarikannya.
Brazil
Tanggal 25 Juni 2024 lalu, Mahkamah Agung (MA) Brazil memutuskan untuk mendekriminalisasi kepemilikan ganja untuk penggunaan pribadi. Hakim MA Brazil juga memutuskan untuk menetapkan batas maksimal kepemilikan ganja sebanyak 40 gram atau enam pohon tumbuhan ganja.
Jepang
Jepang memiliki tradisi panjang dalam budidaya ganja; mulai dari bahan pembuatan garmen, sebagai bumbu makanan, dan untuk praktik keagamaan. Namun tradisi ini mendapat sorotan setelah Perang Dunia II, ketika pasukan pendudukan AS menyerukan pelarangan ganja (yang juga berlaku di negaranya sendiri lewat konspirasi anti-ganja). Hingga akhirnya di bulan Desember 2023, pemerintah Jepang meregulasi kebijakan ganja hanya untuk penggunaan medis, yaitu CBD (cannabidiol), yang mengalami peningkatan penjualan produk secara pesat.
Pengaruh Demokrasi terhadap Regulasi Ganja
Selain memiliki regulasi ganja paling diskriminatif, Indonesia juga memiliki indeks demokrasi paling buruk di antara 5 negara demokrasi terbesar; yaitu 6,7 poin (sumber: Data Pandas). Melihat hal ini dapat dikatakan bahwa kualitas demokrasi di suatu negara mempengaruhi kebijakan regulasi ganjanya (selain faktor kebudayaan tradisional yang mendukung seperti legalisasi di Thailand).
Penelitian ini dibuktikan lewat analisa proses kebijakan legalisasi di Amerika Serikat dengan memperkenalkan ukuran baru—disebut demokrasi langsung (direct democracy)—untuk menilai dampaknya terhadap proses legalisasi ganja. Hasil penelitian dengan menggunakan metode demokrasi langsung menunjukkan kemungkinan lebih tinggi dalam legalisasi ganja. Artinya, tingkat demokrasi langsung di suatu negara dapat menandakan keterbukaan negara tersebut terhadap perubahan kebijakan yang progresif.
Demokrasi di Indonesia
Namun tampaknya demokrasi di Indonesia tidak berjalan dengan baik. Tulisan “PERINGATAN DARURAT” berlogo Garuda Pancasila dengan warna latar belakang biru tua yang bermunculan di media sosial dapat mewakilkan situasi yang terjadi di Indonesia saat ini. Dan peringatan ini dibuktikan lewat aksi demonstran dari seluruh masyarakat sipil dari berbagai elemen, meminta pertanggungjawaban Presiden Jokowi yang sudah mengacak-acak konstitusi demi terus melanggengkan kekuasaan dan dinasti politiknya.
Demokrasi di Indonesia memiliki perbedaan antara teori dan prakteknya. Secara teori, demokrasi adalah sistem pemerintahan yang keputusan kebijakannya berada di tangan masyarakat banyak. Namun prakteknya, demokrasi justru cenderung memberi kontrol efektif bagi struktur kekuasaan tradisional (seperti korporasi dan elit politik) untuk menentukan kebijakan negara. Padahal ruang demokrasi menjamin kelompok masyarakat sipil untuk bebas mengeluarkan pendapat dan pikirannya, serta mengekspresikan pilihannya yang akan mempengaruhi kebijakan negara yang berpengaruh besar menentukan nasib hidupnya kelak (termasuk HAK GANJA).
Langkah pertama agar demokrasi di Indonesia bekerja sebagaimana mestinya, dapat dimulai dari kesadaran individu masyarakat sipil dalam memahami demokrasi itu sendiri. Paham bahwa politik itu adalah sebuah proses yang menghasilkan kebijakan sebagai “barang yang mengikat, mengatur, dan menentukan kehidupan kita“. Walaupun sebagai benda yang tidak berwujud, tapi ia memiliki ruang yang nyata dalam hidup kita sehari-hari. Dan karena politik sangat berpengaruh menentukan kehidupan individu masyarakat, maka akan terlalu murah menjual nasib hidupnya (yang ditentukan oleh kebijakan lewat proses politik) hanya dengan sebuah materi untuk mengenyangkan perut sebulan, dua bulan.
Meskipun Indonesia saat ini berada di bawah “PERINGATAN DARURAT”, namun tampaknya masyarakat sipil mulai menyadari haknya dalam berdemokrasi; sebagaimana yang diajarkan oleh para pendiri bangsa Republik Indonesia. Dan dari kesadaran berdemokrasi ini akan mengkristal menjadi semangat gerakan dengan gagasan pro-demokrasi.
Demokrasi adalah jembatan menuju legalisasi ganja, maka untuk itu perjuangkan dan selamatkanlah dahulu demokrasi.
Baca juga: Membuka pintu legalisasi ganja dengan sikap respek terhadap ganja
Referensi: -The World's Biggest Democracies (Statista.com) -Is Weed or Marijuana Legal in India? -U.S Marijuana Legality by State (Updated July 31, 2024) -Understanding decriminalization of marijuana consumption in Brazil -Japan’s cannabis market growing rapidly -Direct democracy and the adoption of recreational marijuana legalization in the United States, 2012–2019