Baca Ganja – Perjuangan pemanfaatan ganja di Indonesia genap memasuki satu dekade dan akan terus menyala. Namun, apakah nyala api perjuangan ini selaras dengan keadaan sosial di tanah air?
Sampai saat ini, kabar dari gugatan tiga orang ibu yang berjuang di MK, menghadirkan ahli obat-obatan dari Imperial College London di Inggris, David Nutt, yang menjelaskan manfaat ganja medis ke Hakim MK. Dengan menghadirkan juga dua ahli dari tanah air, Prof. Musri Usman dan Asmin Fransiska (30/8/21, CNN Indonesia).
Harapan dari gugatan tiga orang ibu yang anaknya menderita celebral palsy, juga adalah suara ibu-ibu dan rakyat lainnya agar ganja medis segera dapat dimanfaatkan. Namun, apabila kita tidak segera menghubungkan legalisasi pemanfaatan ganja dengan kondisi sosial tanah air saat ini, maka legalisasi berpeluang menciptakan diskriminasi dan penindasan jenis baru.
Kondisi Sosial Bangsa
Kesengsaraan dan ratapan rakyat saat ini, bukan terjadi baru-baru ini karena kebijakan PPKM. Tetapi sudah terlihat sejak tahun lalu, dimana masyarakat adat dan nelayan yang merupakan kelompok kelas terbawah dalam sosial, mendapatkan penindasan dan diskriminasi. Sudah tertulis dalam artikel, “Mencari Keadilan di Tengah Gelombang Despotisme“
Dan kesengsaraan rakyat saat ini, meluas hingga berdampak pada golongan masyarakat menengah — umumnya pengusaha UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah). Jika masyarakat UMKM hingga saat ini tidak sadar akan dampak atas kebijakan rezim ini, maka dipastikan, akan ada penjajahan kelompok elit terhadap segala golongan masyarakat tanah air.
Contoh nyata dari penindasan golongan elit terhadapat rakyat saat ini adalah isu penggusuran lahan oleh perusahaan Sentul City, yang bukan hanya menggusur rumah warga tetapi juga rumah Rocky Gerung, seorang aktivis yang kritis terhadap kebijakan pemerintah. Penggusuran ini awalnya tidak dianggap politis, hingga akhirnya Ali Mochtar Ngabalin, Anggota Kantor Staf Presiden memberi respon.
Bukti penindasan golongan elit terhadap rakyat dalam kasus Sentul, yaitu penggusuran paksa dimana sejumlah warga akhirnya mengadukan penggusuran ke Komnas HAM (15/9/21, CNN). Jika seandainya dalam kasus ini kebijakan negara tidak berpihak pada warga di Kabupaten Bogor, secara de facto, jelas golongan elit menjajah lewat pemerintah.
Namun adakah peluang rakyat yang tertindas untuk menyelamatkan dirinya dari penindasan golongan elit yang berpotensi sembunyi dibalik nama negara ini?
Menyebar Nyala Api Satu Dekade Perjuangan Ganja
Bagi siapa yang mengikuti perjuangan pemanfaatan ganja sampai saat ini, mulai dari terbentuknya Lingkar Ganja Nusantara, tentu tahu isu Dhira Narayana, sebagai ketua organisasi, mendukung kerjasama secara diam-diam dengan perusahaan farmasi luar untuk pemanfaatan ganja medis.
Pernyataan LGN ini adalah bentuk perwakilan suara dari setiap anggotanya yang tidak mempermasalahkan kehadiran farmasi besar (kapital) sebagai golongan elit untuk mengelola ganja. Jika anggota LGN yang sebagian besar merupakan masyarakat UMKM, belum menyadari daya kapital yang kuat, maka dipastikan bukan hanya rakyat yang dieksploitasi, tetapi juga tanaman ganja itu sendiri.
Jika kita menghubungkan keadaan sosial bangsa yang ditulis di awal tulisan ini, dengan pernyataan sikap LGN yang anggotanya sebagian besar adalah pengusaha UMKM — yang juga berpotensi ditindas oleh golongan kapital, maka kita akan melihat LGN hanya akan menjadi tempat penjajahan jenis baru.
Pikiran kritis terhadap pergerakan LGN yang memasuki satu dekade ini, harusnya bukan lagi menjual buku Hikayat Pohon Ganja untuk mengumpulkan akumulasi keuntungan, tetapi mulai menggratiskan literasi pengetahuan atau memperluas kegiatan untuk memberikan kesadaran sosial.
Nyala api perjuangan ganja yang genap memasuki 10 tahun ini, harusnya juga menerangi perjuangan kondisi sosial ekonomi yang saat ini dihadapi oleh rakyat — masyarakat adat, petani, nelayan, pengusaha UMKM — yang tertindas bukan hanya oleh golongan elit, tetapi oleh kebijakan rezim.
Sambil mengisi dan menemukan konsep perjuangan agar nyala api perjuangan menyebar ke seluruh Nusantara, hendaknya kita tetap merawat pemikiran kritis dan meleburkan perjuangan dengan rakyat yang tertindas. Sehingga perjuangan bukan hanya tentang ganja, tetapi juga menciptakan romantisme terhadap perjuangan rakyat.