Baca Ganja – Memiliki reputasi buruk sebagai industri berpolusi kedua di dunia menjadi alasan mengapa industri fashion perlu beralih ke hemp yang dapat menghasilkan produk yang sustainable dan bertanggung jawab terhadap lingkungan.
Dilansir dari Forbes (03/10/19), saat ini konsumen Amerika kehilangan minat pada apa yang ditawarkan industri merk fashion. Industri fashion membutuhkan beberapa ide baru yang radikal untuk mengembalikan minat masyarakat.
Hemp mungkin dapat menjadi salah satu ide baru yang radikal. Hemp dapat memberikan sebuah merk fashion sebuah cerita baru untuk diceritakan kepada pelanggan mereka, yang pertama dan terpenting adalah keseimbangan ekologi (sustainable) yang baik untuk planet bumi.
Saat ini industri fashion mendapatkan reputasi buruk dalam tanggung jawab terhadap lingkungan, yang mana sering dikatakan sebagai industri paling berpolusi kedua di dunia. Konsumen saat ini, terutama generasi muda, menuntut produk yang lebih sustainable dan bertanggung jawab terhadap lingkungan.
Tidak seperti kapas yang banyak menggunakan banyak air, pupuk kimia, dan insektisida selama budidaya. Hemp tumbuh seperti alang-alang (weed) yang tumbuh cepat, bersih, dan secara alami melawan serangga. Kapas juga menguras tanah, sedangkan hemp memperkaya tanah dan mampu menghilangkan polutan dari tanah dalam proses yang disebut fitoremediasi.
Hemp pengganti sintesis dan kapas yang sustainable
Hemp adalah pengganti alternatif yang lebih sustainable dan ramah lingkungan daripada kapas, terutama lebih baik daripada bagaimana serat sintesis diproduksi yang menggunakan minyak fosil.
Saat ini, sintesis berbahan dasar minyak (akrilik, polyester, nilon, spandex) merupakan 62% dari konsumsi serat di seluruh dunia, dengan kapas menyumbang 26% dari pasar serat. Serat berbasis kayu seperti rayon, modal, dan viscose menyumbang 6%, wol 1%, dan serat alami lainnya seperti hemp dan linen 5%.
Hemp secara fashionable dapat menggantikan serat yang kurang sustainable dalam bagian yang cukup besar dengan biaya ekologi yang lebih rendah. Meski serat hemp murni terkadang menghasilkan kain yang tidak terasa terlalu lembut saat disentuh, serat ini dapat dicampur dengan serat lain untuk mengatasi keterbatasan tersebut, yang tetap membantu keseimbangan ekologi.
Adanya kebingungan regulator pemerintah telah menjauhkan hemp dari rantai pemasok fashion dalam kurun waktu yang lama. Pada tahun 1937, membudidaya hemp di AS menjadi ilegal dibawah Undang-undang Marijuana tax Act, yang kemudian pada tahun 1970, ditetapkan sebagai zat narkotika Golongan I, untuk tanaman ganja yang merupakan sepupu hemp karena kandungan THC psikoaktifnya. Hukum tersebut tertulis bahwa membudidaya atau menjual hemp tanpa mempedulikan penggunaannya merupakan tindak pidana.
Akhirnya RUU Pertanian AS tahun 2018 membuka pintu bagi budidaya hemp, meskipun perusahaan seperti Envirotextiles diizinkan untuk mengimpor serat hemp yang dibudidaya di negara lain untuk keperluan industri.
Hemp bukan hanya untuk kaum Hippie
Kesalahan klasifikasi hemp sebagai obat terlarang telah membuat reputasi buruk yang menyembunyikan hemp di antara merk fashion ternama, walaupun fashion hemp telah mendapat pijakan di pasar khusus. Beberapa merk fashion terkemuka dari produk hemp adalah Recreator, Hoodlamb Hemp Tailors, Hempy’s, Jungmaven, Wama underwear, dan Tact & Stone.
Pada bulan September 2019 selama New York Fashion Week, industri fashion memperlihatkan bahwa hemp siap untuk dipasarkan. Mantan desainer Project Runway, Korto Momolu, memperkenalkan 26 buah koleksi dalam bahan hemp, yute, linen, dan cork. Momolu mengembangkan koleksinya dalam kemitraan dengan Women Grow, sebuah jaringan yang misinya adalah “menumbuhkan kepemimpinan wanita dalam industri ganja.”
Penggerak awal lainnya dalam fashion hemp adalah Patagonia yang menawarkan banyak koleksi pakaian hemp untuk pria, wanita, dan anak-anak. Perusahaan ini menggambarkan fabrikasi hemp sebagai hasil “serat seperti linen indah yang kuat, tahan api, dan anti-mikroba. Kami merasa hal itu membuat pakaian lebih tahan lama, dan mudah menguapkan udara (breathable) sejak pertama kali digunakan.”
Dan diawal tahun 2019, Levi’s memperkenalkan jeans denim dengan hemp yang dibuat seperti katun (cottonized hemp) pertamanya yang berkolaborasi dengan Outerknown dengan campuran 70% katun dan 30% hemp.
Paul Dillinger, Wakil Presiden Inovasi Produk di Levi’s mengatakan, “Ini adalah pertama kalinya kami dapat menawarkan kepada konsumen produk kapas hemp yang terasa sama baiknya, bahkan lebih baik dari kapas.”
Semoga di masa mendatang akan lebih banyak fashion hemp yang menjadi mainstream. Hemp mungkin merupakan salah satu cara industri fashion untuk menyelamatkan bumi, lingkungan, dan industri fashion itu sendiri.