Baca Ganja – Thailand tercatat dalam sejarah menjadi negara pertama di Asia Tenggara yang melegalkan ganja untuk tujuan medis. Sejarah ganja di Thailand juga memengaruhi budaya sosial masyarakat Negeri Gajah Putih itu.

Pada tanggal 25 Desember 2018, parlemen Thailand mengubah Undang-undang Narkotika tahun 1979 untuk menyetujui penggunaan ganja medis. Anggota parlemen saat itu, Somchai Sawangkarn, menyebutnya sebagai “Hadiah Tahun Baru” untuk rakyat Thailand.
Ganja adalah tanaman populer dalam sejarah Thailand. Kelompok masyarakat Thailand memiliki banyak penilaian terhadap tanaman kanabis ini. Ada yang menganggapnya sebagai zat berbahaya, atau penggunanya dianggap penjahat.
Adapula yang menganggapnya sebagai zat rekreasi yang disalahgunakan oleh anak muda untuk kesenangan, sedangkan dalam kalangan pekerja medis dan spesialis kanker menganggapnya sebagai tanaman ajaib dengan berbagai manfaat medis dan industri.
Ganja dalam Budaya Masyarakat
Ganja secara tradisional telah digunakan secara luas dalam kehidupan sehari-hari masyarakat di Thailand untuk banyak tujuan, terutama sebagai bumbu masakan kway teeow rua, dan untuk tujuan rekreasi.
Selain itu, hemp (ganja industri) juga digunakan dalam seni bela diri Muay Thai awal. Petarung Muay Thai melindungi tangan mereka selama pertandingan dengan membungkusnya menggunakan tali berbahan hemp yang kemudian metode perlindungan tangan ini diganti dengan sarung tinju gaya Barat di tahun 1920-an.

Ganja juga digunakan untuk pengobatan meskipun kandungan CBD pada biji ganja Thailand cukup rendah. Praktisi pengobatan dan pijat tradisional Thailand menggunakannya untuk mengobati berbagai kondisi kesehatan seperti analgesik, obat penenang, minyak urut, dan astringent (mengurangi minyak berlebih pada kulit).
Ganja dalam Sosial Budaya
Jenis ganja Thailand adalah murni Cannabis Sativa dengan kadar tinggi THC, dan karenanya lebih efektif dalam relaksasi bagi pengguna rekreasi. Pemuda Thailand memiliki budaya pro-ganja dalam kehidupan sosial mereka yang dapat dilihat dalam pilihan musik dan fashion.
Sebutan untuk gerakan “Hippy” di Thailand adalah “Peua Cheewit” yang artinya “Untuk Kehidupan” atau “For Life” sebagai gerakan sosial di tahun 1970-an. Gerakan itu bertujuan untuk memulihkan demokrasi di Thailand pada saat itu.
Selain itu, lagu rakyat Thailand yang dinyanyikan grup band Carabao dan Maleehuana, band ternama saat itu, juga terkait dengan “gancha“, sebutan ganja yang umum dikenal di Thailand.
Di kalangan anak muda Thailand, musik Reggae sangat populer dan banyak penggemar Reggae mengikuti budaya Reggae yang terkait dengan tanaman kanabis untuk menunjukkan dukungan mereka dengan menikmati musik dan mengenakan baju yang melambangkan dukungannya, seperti mengenakan kaos logo daun ganja di seluruh Thailand.
Ganja dalam Budaya Tekstil

Selain dalam sosial, rekreasi, dan bumbu dapur, ganja digunakan untuk membuat pakaian dan produk tekstil lainnya, terutama oleh suku Hmong Hill, kelompok etnis minoritas yang berasal dari Cina, yang tinggal di daerah pegunungan bagian Utara Thailand.
Serat dari tanaman ganja, serta tanaman hemp, dianyam bersamaan, menjadikannya beberapa bahan yang populer dan umum digunakan dalam pembuatan pakaian, tali, aksesoris, dan produk tekstil modis di Thailand.
Tekstil yang terbuat dari serat ganja atau hemp merupakan produk asli masyarakat Thailand Utara. Dengan berlakunya Undang-undang Narkotika Thailand tahun 1979, Thailand melarang penanaman ganja, kecuali penanaman hemp yang yang digunakan sampai saat ini untuk pakaian dan produksi aksesoris lainnya.
Pemerintah Thailand yang sadar akan produktivitas ekonomi serat hemp, menyetujui industrialisasi dan penanaman ganja hemp di kawasan itu pada 2009. Sejak saat itu industri serat hemp menjadi barang ekspor populer dan berkembang secara bertahap.
Awal Kepopuleran Ganja Thailand
Ganja Thailand diperkenalkan ke AS oleh pasukan Amerika, ketika mereka berada di Thailand selama Perang Vietnam (1955-1975). Karena Thailand adalah markas utama tentara AS yang bertugas di Vietnam, ada lebih banyak tentara AS di Thailand daripada di Vietnam.
Sejumlah tentara AS diperkenalkan pada penggunaan ganja selama Perang Vietnam, ketika mereka berpatroli melewati ladang ganja yang tumbuh liar di Thailand. Laporan pada saat itu menunjukkan bahwa pasukan AS mulai merokok ganja dan penangkapan atas kepemilikan ganja mencapai puncak hingga 1.000 orang/minggu.

Dalam laporan Divisi Intelijen Administrasi Obat-obatan tahun 2001, mengungkapkan bahwa Thailand adalah pembudidaya dan penghasil ganja di Asia Tenggara pada tahun 1970-an dan 1980-an. Ganja terpopuler yang berasal dari Thailand disebut dengan “Thai Stick“.
Hukum Narkotika dan Ganja di Thailand
Dulunya, Thailand tidak memiliki undang-undang yang melarang penggunaan atau kepemilikan ganja. Namun, dengan pembentukan Konvensi Internasional Opium tahun 1912, Thailand yang juga disebut Siam, memberlakukan undang-undang anti-narkoba pertama di tahun 1922 dan Marijuana Act B.E. 2477 pada tahun 1937.
Menurut Marijuana Act (Undang-undang Ganja), bagi siapa yang menanam atau memiliki biji ganja, atau yang mengimpor atau mengekspor ganja, akan dikenakan hukuman penjara hingga satu tahun, atau denda tidak lebih dari 500 Baht.
Bagian 7, 8, dan 10 dari undang-undang memberlakukan hukuman penjara tidak lebih dari enam bulan atau denda bagi mereka yang kedapatan memiliki, membeli, menjual atau menggunakan ganja. Mereka yang sudah menanam ganja sebelum undang-undang disahkan diberi waktu satu tahun untuk memanen dan membuang hasil panen mereka.
Di tahun 1979 Thailand mengeluarkan Undang-undang Narkotika yang melarang penggunaan ganja dalam segala bentuk. Siapapun yang tertangkap memproduksi, mengekspor atau mengimpor ganja dikenakan hukuman penjara antara 2 sampai 15 tahun dan/atau denda hingga 1,5 juta Baht. Setelah undang-undang ini, produksi dan budidaya ganja Thailand surut dan berpindah ke negara tetangga Laos dan Kamboja.
Persatuan medis Thailand sadar akan pentingnya manfaat ganja dalam pengobatan walaupun ganja digunakan sebagai obat tradisional di Thailand hingga akhirnya dilarang di tahun 1930-an. Persatuan medis mendorong Dewan Kontrol Narkotika Thailand agar merevisi ulang undang-undang narkoba untuk melegalkan penggunaan ganja medis.
Anutin Charnvirakul, yang saat ini menjabat sebagai Menteri Kesehatan Masyarakat, berkampanye untuk memungkinkan setiap rumah tangga menanam hingga enam pohon ganja, dan diharapkan dapat membantu masyarakat menambah penghasilan dengan menghasilkan sebanyak $2.200/kg tanaman untuk dijual ke negara.
Referensi: -E. Blair, History of Cannabis Use and Anti-Marijuana Lawsin Thailand -Sensi Seeds, Cannnabis in Thailand-Laws,Use,and History -R. C. Clarke, W. Gu, Survey of hemp (Cannabis sativa L.) used by the Hmong (Miao) of the China/Vietnam border region -K. Johnson, D. Schuettler, Green economy? Thai party campaigns on marijuana as cash crop