CBD Membantu Melawan Virus dan Bakteri

Baca Ganja – Di awal tahun 2020, dunia dihebohkan dengan virus corona atau dikenal COVID-19 yang mewabah ke seluruh negara. Apakah sifat CBD membantu melawan virus, bakteri, dan kanker dapat menangani virus corona?

cara senyawa ganja menangkal virus corona

Virus corona yang pertama kali terdeteksi di Cina, tepatnya di kota Wuhan ini, membuat seluruh negara membuat kebijakan ‘lockdown‘ dan ‘social distancing‘ bagi masyarakatnya. Dampaknya pun sampai mempengaruhi stabilitas ekonomi global.

Sejak pertama kali virus ini terdeteksi (Desember 2019) sampai bulan April 2020, belum ada penemuan obat dan vaksin COVID-19 yang disebabkan oleh virus corona ini.

Lalu, bagaimana dengan senyawa cannabidiol (CBD) yang terdapat pada tanaman ganja? Apakah CBD berpotensi mengobati virus corona atau virus influenza?

Bagaimana Virus (seperti COVID-19) Menginfeksi Manusia dan Menyebabkan Penyakit

Perlu diketahui bahwa virus bertindak seperti sepotong kecil mesin genetik yang membutuhkan sel inang (manusia atau mahkluh hidup lain) untuk hidup dan bereproduksi lebih banyak.

Setelah masuk ke dalam tubuh inang, virus menggunakan ‘kunci kimia’ di bagian luar cangkangnya untuk mendapatkan akses ke sel inang.

Kemudian virus membajak mesin seluler manusia — yang berfungsi untuk menjalankan berbagai fungsi organ tubuh — untuk mencetak atau mereplika virus tersebut. Setelah virus dicetak, kemudian virus tersebut dikeluarkan dari tubuh inang untuk melanjutkan proses biologinya.

Bisa dilihat bahwa virus dengan cepat menjadi tidak terkendali dan menyerang tubuh manusia. Dari penjelasan sederhana ini, ada tahapan bagaimana virus menginfeksi manusia:

  1. Virus masuk ke tubuh dan sel inang.
  2. Mengikat sel inang.
  3. Mereplika lebih banyak virus dalam sel inang.
  4. Virus dilepaskan dari tubuh inang (dan menginfeksi orang lain).

Virus memiliki sifat khas dimana ‘cangkang’ virus lebih dapat bertahan lama dalam cuaca dingin atau bersuhu rendah.

Penelitian National Institute of Child Health yang dilansir Sciene Daily, menjelaskan bahwa pada suhu musim dingin, lapisan luar virus akan mengeras menjadi seperti karet elastis yang dapat melindungi virus saat penularan dari orang ke orang.

Pada suhu yang lebih hangat atau di musim panas, mantel pelindung virus akan hilang dan membuat virus lebih sulit bertahan hidup. (Walaupun Indonesia tidak memiliki musim dingin, bukan berarti membuat kita tidak waspada terhadap virus).

Respon Imun yang Berlebihan dapat Membahayakan Tubuh

Respon imun tubuh yang aktif menahan laju replikasi virus berpotensi menjadi infeksi virus dan berbahaya bagi tubuh itu sendiri. Penelitian yang ditemukan dari pandemi mematikan, flu Spanyol, di tahun 1918, menunjukkan bahwa respon imun manusia yang terlalu aktif menjadi penyebab bahayanya.

Dalam beberapa kasus, infeksi virus dapat memancing reaksi imun yang sangat menghancurkan yang dapat berakibat fatal. Ilmuwan menyebutnya dengan nama cytokine storm atau badai sitokin, yang disebabkan oleh reaksi sel imun tubuh yang merespon virus dengan berlebihan. Sitokin yang merupakan anggota dari respon imun manusia akhirnya menyerang tubuhnya sendiri.

Respon Imun Manusia Terhadap Virus (seperti corona dan influenza)

Seperti yang sudah dijelaskan, bahwa apa yang membunuh banyak orang akibat infeksi virus bukanlah virus itu sendiri melainkan respon sistem kekebalan tubuh manusia itu sendiri.

Langkah awal tubuh merespon infeksi adalah seperti peningkatan suhu tubuh atau penurunan triptofan — senyawa yang membantu meningkatkan mood dan kualitas tidur.

Peningkatan suhu tubuh memperlambat replikasi virus dan mempengaruhi respon imun manusia untuk melawan virus. Sedangkan penurunan triptofan menjadi alasan mengapa suasana hati atau mood menurun ketika sedang sakit.

Selain itu, sistem imun yang bersifat adaptif mempelajari pengalaman dari interaksi virus sebelumnya, sehingga membuat sistem imun lebih kuat ketika diserang oleh virus yang sudah pernah berinteraksi sebelumnya di dalam tubuh.

Berikut ini adalah pemain kunci dalam sistem kekebalan tubuh :

  • Sel T – kelompok sel darah putih yang memainkan peran penting dalam sistem imun
  • Makrofag – berperan untuk memakan virus
  • NK cell atau sel NK dikenal sebagai Natural Killer cell – sel pembunuh alami

Kelompok sistem kekebalan tubuh yang berperan penting dalam sistem imun memiliki kemampuan untuk membedakan sel yang “sehat” atau “tidak sehat”.

Selain itu, mereka juga bisa mendeteksi sel-sel yang terinfeksi virus dan mampu merangsang sel yang telah terinfeksi tadi untuk mematikan dirinya sendiri, yang dinamakan apoptosis.

Tingkat replikasi virus juga merupakan kunci utama. Beberapa virus seperti virus H5N1 penyebab penyakit flu burung memiliki tingkat replikasi yang sangat tinggi dan kemudian membuat sistem imun menjadi panik.

Peran Sistem Endocannabinoid Terhadap Respon Imun

Menariknya, semua proses ini berada di bawah arahan dan kendali endocannabinoid system (ECS) — baca: sistem endokanabinoid — yang mendapat rangsangan atau dorongan dari senyawa CBD.

Bukan hanya manusia yang memiliki sistem endocannabinoid, mahkluk hidup vertebrata (mamalia, burung, reptil, dan ikan) dan invertebrata (kerang, lintah, cacing, dan sejenisnya) juga memiliki sistem endocannabinoid.

Sistem endocannabinoid juga bertugas untung menyeimbangkan sistem utama lain, seperti:

  • Sistem endokrin – hormon
  • Sistem saraf – neurotransmitter
  • Sistem kekebalan (imun) – sitokin, makrofag, sel T

Dilansir dari jurnal National Institutes of Health (NIH), banyak bukti dari penelitian ilmiah model in vivo dan in vitro yang menunjukkan bahwa senyawa cannabinoid (bahan aktif dalam ganja) dan reseptornya (sistem endocannabinoid) mempengaruhi sistem kekebalan tubuh, proses perkembangan penyakit (patogen) virus, dan replikasi virus.

Sistem endocannabinoid bersifat homeostatis, yang memiliki kemampuan untuk mengatur mekanisme keseimbangan dalam tubuh. Contohnya ketika saat kita sakit demam, maka secara homeostatis suhu tubuh akan bertambah panas untuk membunuh bakteri dan virus.

Atau contoh lainnya saat cuaca panas, maka kulit akan mengeluarkan kelenjar keringat untuk mencegah meningkatnya suhu darah, dan pembuluh darah akan mengembang untuk mengeluarkan panas ke sekitarnya. Hal ini dapat terjadi karena tubuh kita bekerja secara dinamis dan seimbang, atau homeostatis.

Bagaimana CBD Bekerja Terhadap Respon Imun

CBD membantu melawan virus, bakteri, dan kanker. Tapi CBD tidak langsung bekerja terhadap respon imun, melainkan melalui sistem endocannabinoid yang mendapat rangsangan atau stimulus dari CBD.

Contoh kasus dimana respon imun yang terlalu tinggi dan menyebabkan auto-imun, peradangan atau inflamasi, dan peradangan syaraf yang mengarah kepada kecemasan, CBD dapat membantu menenangkan imun sehingga tidak memberikan respon yang berlebihan.

Sistem endocannabinoid yang mendapat rangsangan CBD memberikan efek kuat untuk menenangkan respon imun dengan bantuan sifat homeostatis dari sistem endocannabinoid yang menstabilkan sistem organ tubuh.

Jadi bagaimana mengenai CBD dan respon imun terhadap bakteri dan virus? Perlu diketahui, bahwa inflamasi atau peradangan terjadi akibat sebuah aktifitas alami dari respon imun yang meningkat yang diinginkan tubuh pada awal infeksi bakteri atau virus.

Jurnal National Institutes of Health (NIH) menyimpulkan bahwa CBD yang diberikan secara terapeutik, selama proses peradangan yang sedang berlangsung, memiliki efek anti-inflamasi yang kuat dan juga meningkatkan fungsi paru-paru pada tikus yang disuntik bakteri lipopolisakarida (LPS).

Baca juga: Cara kerja CBD dalam tubuh manusia dan efek medisnya.

Lalu bagaimana dengan virus?

Dilansir dari jurnal NIH, pemberian CBD saat infeksi virus multiple sclerosis (MS) penyebab gangguan saraf, dapat memberikan efek jangka panjang dan memperbaiki defisit motorik pada fase kronis.

Penemuan anti-inflamasi CBD dalam model virus MS menunjukkan potensi terapi yang signifikan untuk pengobatan patologi dengan bagian inflamasi.

CBD membantu imun melawan virus bakteri dan kanker
Penyakit kaposi sarcoma.

Penelitian yang dilansir dari jurnal NIH lainnya adalah penanganan penyakit kaposi sarcoma yang disebabkan oleh virus KSHV (Kaposi Sarcoma’s Herpes Virus). Pemberian CBD menunjukkan efek anti-tumor yang menjanjikan tanpa menyebabkan efek samping psikoaktif.

Penelitian membuktikan bahwa CBD secara tidak langsung merangsang peningkatan apoptosis — kematian sel terprogram — pada sel yang terinfeksi dan menghambat pertumbuhan sel yang terinfeksi virus KSHV.

Data respon dosis menunjukkan bahwa sel endotel — pelapis pembuluh darah — yang terinfeksi virus lebih sensitif terhadap apoptosis yang dirangsang CBD.

Sedangkan dalam kasus hepatitis, satu-satunya penelitian CBD dalam menghambat replikasi virus hanya terdapat pada kasus virus HCV (penyebab penyakit hepatitis C).

Penelitian yang dilansir jurnal NIH menyebutkan bahwa CBD menghambat replikasi HCV sebesar 86,4% pada konsentrasi tunggal 10 μM dengan EC50 3,163 μM dalam pengujian respon dosis.

Potensi CBD Terhadap Virus Corona

CBD membantu melawan virus, bakteri dan kanker. Tapi sebelum membahas mengenai potensi CBD terhadap virus corona, baiknya disimak terlebih dahulu bagaimana dan dimana virus corona menyerang pada bagian reseptor manusia.

Dikutip dari situs resmi University of Minnesota, penelitian menunjukkan virus corona penyebab COVID-19 dan virus SARS masuk ke dalam tubuh manusia melalui enzim pengubah angiotensin (reseptor ACE2) yang banyak ditemukan di jantung dan paru-paru.

Virus cenderung mengikat pada reseptor ACE2 yang berfungsi untuk mengontrol pengetatan dan pelonggaran sistem kardiovaskular (fungsi organ pernapasan).

Virus yang mengikat pada reseptor ACE2 akan menginfeksi saluran udara yang mengalirkan udara ke dalam paru-paru (sistem pernapasan). Kemudian sistem imun akan membanjiri area sistem pernapasan dengan sitokin, dimana cairan sejenis dahak atau ingus mengisi paru-paru sebagai respon imun.

CBD membantu imun melawan virus bakteri dan kanker
Paru-paru dengan pneumonia.

Akibatnya akan berpotensi menjadi penyakit pneumonia (paru-paru basah) yang memungkinkan flu biasa menjadi penyakit yang mematikan, karena sistem pernapasan ditenggelamkan oleh sitokin yang berasal dari respon imun tubuh itu sendiri.

CBD Tidak Langsung Bekerja Terhadap Virus Corona

CBD mungkin tidak bisa memberikan efek langsung terhadap virus corona, tetapi seperti yang sudah dijelaskan diatas, CBD bekerja melalui rangsangan terhadap sistem endocannabinoid.

Yang artinya, sistem endocannabinoid — yang sifatnya homeostatis — dapat menenangkan respon imun yang berlebihan akibat rangsangan yang didapat dari CBD, sehingga tidak terjadi badai sitokin.

Lalu bagaimana CBD bertindak terhadap tekanan darah tinggi di sistem pernapasan akibat terinfeksi virus corona? Diketahui bahwa CBD dapat menurunkan tekanan darah pada penggunaan dalam dosis besar, namun saat ini belum ada penelitian khusus tentang CBD dan reseptor angiotensin.

Kendati demikian, penelitian menemukan bagaimana CBD menenangkan hiperaktifasi respon imun di paru-paru (walaupun belum diuji pada COVID-19).

Seperti yang sudah dijelaskan di topik “Bagaimana CBD Bekerja Terhadap Respon Imun“, penelitian menyimpulkan bahwa CBD yang diberikan secara terapeutik, selama proses peradangan yang sedang berlangsung, memiliki efek anti-inflamasi yang kuat dan juga meningkatkan fungsi paru-paru pada tikus yang disuntik bakteri lipopolisakarida (LPS) — acuan ini sepertinya mendukung.

Penelitian dan uji coba yang dilakukan ilmuwan pada senyawa CBD dinilai berpotensi mampu menangani virus corona, meskipun begitu, butuh penelitian yang lebih dalam lagi dan harus berhati-hati, karena tidak semua senyawa cannabinoid (misalnya THC) dapat digunakan sebagai obat ketika infeksi virus menyerang.

Suplemen Anti-Virus Lain

Dikutip dari jurnal National Institutes of Health (NIH), berikut adalah suplemen anti-virus yang mudah didapatkan, seperti:

  • Jahe
  • Oregano
  • Quercetin

Jahe

ganja dapat membantu melawan corona

Dalam studi kasus flu burung asia, jahe menunjukkan sifat anti-virus yang kuat. Hasil keseluruhan mengungkapkan bahwa konsentrasi ekstrak air jahe (sebesar 10%), menunjukkan aktivitas anti-virus terhadap virus H9N2.

Studi lain menunjukkan mekanisme dan efek dalam sistem kekebalan. Penelitian melaporkan bahwa faktor nekrosis tumor-alfa (TNF-alpha) — sistem imun sitokin anti influenza — terdapat pada jahe. Yang artinya jahe memiliki kemampuan besar terhadap anti-influenza.

Oregano

cbd dapat membantu mengobati corona

Oregano dikenal sebagai tanaman herbal maupun sebagai penyedap rasa makanan yang berasal dari keluarga tanaman mint. Sebuah penelitian mendapatkan hasil yang mengesankan pada efek oregano terhadap norovirus — virus penyebab mual, muntah, diare, dehidrasi.

Senyawa carvacrol yang terdapat pada oregano mampu melawan bakteri dan virus. Penelitian menunjukkan bahwa carvacrol dapat menonaktif virus norovirus dalam 1 jam setelah pemberian dosis dan carvacrol langsung bertindak terhadap sel virus tersebut.

Dalam studi lain yang berfokus pada herpes dan virus pernapasan juga menunjukkan hasil yang serupa.

Quercetin

Quercetin merupakan senyawa flavonoid yang ditemukan dalam berbagai buah dan sayuran. Seperti apel, anggur merah, sirsak, tomat, buah beri, dan brokoli. Quercetin adalah pendukung yang kuat untuk sistem detoksifikasi alami manusia dan melawan radikal bebas.

Penelitian juga menemukan quercetin memiliki aktivitas anti-influenza (virus H5N1 penyebab flu burung). Studi mekanisme selanjutnya menunjukkan quercetin memiliki efek penghambatan selama masuknya virus. Selain itu, quercetin dapat berinteraksi dengan protein influenza dan kemudian menghambat penyatuan sel virus.

Quercetin merupakan bagian penting pada awal proses untuk menghindari infeksi virus. Disarankan rajin memakan buah dan sayuran agar terhindar dari infeksi virus sejak dini.


Referensi :
-ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/26059175
-ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2903762/
-sciencedirect.com/science/article/pii/S0969996113001939
-ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/25356537
-ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23851307
-ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3527984/
-ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/28250664/
-ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5686045/
-ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5327652/
-ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24779581
-ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3768712/
-ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4728566/

Tinggalkan komentar

Sharing is caring