Baca Ganja – Tanggal 12 Agustus 2020, Jerinx SID ditahan Polda Bali sebagai tersangka pencemaran nama baik Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Dalam kasus Jerinx SID ini, ada indikasi IDI melanggar Sumpah Dokter.
Dikutip dari Kompas.com (04/08), Jerinx dilaporkan oleh IDI karena status di akun Instagram miliknya @jrxsid yang menuliskan kalimat menyebut IDI dan rumah sakit sebagai kacung WHO.
“Bubarkan IDI! Saya gak akan berhenti menyerang kalian @ikatandokterindonesia sampai ada penjelasan perihal ini! Rakyat sedang diadu domba dengan IDI/RS? TIDAK. IDI & RS yang mengadu diri mereka sendiri dengan hak-hak rakyat. Gara-gara bangga jadi kacung WHO, IDI dan RS seenaknya mewajibkan semua orang yang akan melahirkan dites CV19 (Covid-19)“, tulis Jerinx.
Karena unggahan itu, IDI akhirnya melaporkan Jerinx ke polisi atas dugaan pencemaran nama baik dan ujaran kebencian. Namun, unggahan Jerinx tersebut didasari atas suara aspirasi masyarkat menengah ke bawah.
Penjelasan dan Apologi Jerinx
Sebelum menjadi tersangka, di tanggal 6 Agustus Jerinx datang ke Polda Bali untuk memenuhi panggilan sebagai saksi. Dikutip dari Tribun Bali (06/08), Jerinx menegaskan dirinya hanya bermaksud menyampaikan kritik kepada IDI.
“Saya memang benar minta maaf sebagai bentuk empati saya kepada kawan-kawan IDI, karena saya ingin menegaskan sekali lagi, saya tidak punya kebencian, saya tidak punya niat ingin menghancurkan perasaan kawan-kawan IDI. Jadi ini 100 persen sebuah kritikan“, ucap Jerinx.
Jerinx mengaku banyak membaca berita-berita di media massa maupun media sosial mengenai banyaknya masyarakat yang dipersulit oleh prosedur rapid test. Menurut Jerinx, prosedur rapid test seolah-olah dipaksakan oleh pemerintah, khususnya rumah sakit dan dokter.
Itulah sebabnya, unggahan di Instagram miliknya adalah sebagai bentuk pertanyaan kepada IDI, agar IDI bisa bersikap.
Bukti Penjelasan Jerinx
Bukti penjelasan Jerinx atas prosedur rapid test yang mempersulit masyarakat, bisa ditemukan di media. Dilansir dari CNN (19/07), seorang ibu hamil di Makassar harus kehilangan calon bayi dalam kandungannya.
Disebutkan bahwa ibu tersebut harus berpindah-pindah dari satu rumah sakit ke rumah sakit lainnya sejak Rabu (10/6), karena tidak mampu membayar pemeriksaan swab seharga Rp 2,4 juta. Hingga akhirnya calon bayi dinyatakan meninggal dunia dalam kandungan hari Selasa (16/6).
Kasus lainnya juga terjadi di Bandung. Dilansir SuaraJabar.id (13/06), pemilik akun Twitter @rusli_andy mengaku kehilangan cucu karena lambannya penanganan rumah sakit di Bandung.
Akun @rusli_andy mengatakan kalau keluarganya telah menunggu hasil rapid hingga 7 jam. Sang kakek menjelaskan kalau cucunya meninggal karena air ketuban sudah pecah dan meracuni si calon bayi.
Melanggar Sumpah Dokter
Jika dilihat dari kedua kasus diatas, pihak rumah sakit berindikasi melanggar Sumpah Dokter dalam poin pertama, yang bunyinya, “Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan”.
Harusnya jika rumah sakit dan dokter yang mengisi rumah sakit tersebut memiliki etika dan memahami nilai-nilai perikemanusiaan sesuai dengan Sumpah Dokter di poin pertama, tidak mungkin calon bayi dalam kandungan meninggal akibat sulitnya prosedur rapid test.
Selain itu, tindakan dan sikap rumah sakit ataupun dokter yang bersangkutan sangat kontradiktif dengan Sumpah Dokter yang diucapkan oleh para dokter saat menerima gelar kedokteran.
Sikap IDI atas Jerinx Menggandakan Buruknya Nilai Perikemanusiaan
Sikap IDI dengan melaporkan Jerinx SID atas pencemaran nama baik, menunjukkan IDI kurang dewasa dalam menerima kritikan. Seharusnya IDI dapat lebih dewasa apabila memang memahami nilai perikemanusiaan.
Jika penahanan kasus Jerinx SID terus dilanjutkan, sejarah akan mencatat bahwa IDI memberi contoh buruk bagi moral generasi penerus bangsa, terutama bagi para calon dokter.
Paradoksnya, bagaimana IDI bisa dikatakan memahami nilai perikemanusiaan yang ada dalam Sumpah Dokter? tetapi melaporkan Jerinx karena kritikannya yang berasal dari aspirasi rakyat?
Seharusnya IDI mengerti bahwa esensi perikemanusiaan terdapat dalam masyarakat, karena masyarakat adalah kumpulan para manusia. Mungkin saja IDI lupa tentang nilai perikemanusiaan sehingga kita harus mengingatkannya.
“Adil itu bukan berdiri di tengah, melainkan menemukan yang tersingkir” – Rocky Gerung.