Baca Ganja – Dalam negara yang menganut sistem demokrasi seperti di Indonesia, masyarakat sipil berperan penting dalam menghasilkan dan membangun politik dengan nilai-nilai baru.
Saat ini krisis iklim banyak mendera dunia, bahkan telah mengakibatkan banjir yang menenggelamkan banyak rumah dan menewaskan warga Banten di Indonesia pada awal bulan Maret 2022. Sedangkan di bagian belahan dunia yang lain, hutan Amazon sebagai hutan hujan terbesar di analisa sedang mendekati titik kritis, di mana lebih dari 75% hutan yang belum tersentuh kehilangan stabilitas untuk pulih dari kekeringan dan kebakaran hutan.
Banjir yang melanda Banten dan hutan Amazon yang mengalami titik kritis saling terhubung meskipun lokasinya berada jauh di bagian belahan bumi yang lain. Ini bukan hanya karena kita berada dalam satu planet bumi sehingga memiliki iklim cuaca global yang sama, namun bagaimana kualitas hutan atau tanah di suatu daerah juga saling mempengaruhi keadaan iklim global.
Akan tetapi kenyataannya rezim pemerintahan Indonesia saat ini seperti buta akan situasi krisis iklim yang tengah dihadapi oleh seluruh dunia. Sekalipun pemerintah mendukung untuk memulihkan lingkungan, namun selama kebijakan politik masih mendukung eksploitasi alam, maka tetap hasilnya atau resultannya terhadap lingkungan adalah nol; yang mana satu sisi mendukung pemulihan namun di sisi lain mendukung eksploitasi.
Ini dibuktikan dengan adanya kerjasama pemerintahan Indonesia dengan negara industri dalam perdagangan karbon yang bertujuan memulihkan hutan, tetapi di satu sisi pemerintah terus bertekad untuk melanjutkan proyek penambangan di Desa Wadas, Jawa Tengah, yang juga memperlakukan warga desa selaku masyarakat sipil dengan tindakan represif dan intimidasi.
Peran Masyarakat Sipil Membangun Politik Baru
Dalam situasi saat ini, tidak bisa dipungkiri jika perhatian masyarakat terpecah belah untuk memulihkan keadaan ekonomi akibat pandemi yang terjadi di awal tahun 2020 lalu. Bahkan konsentrasi masyarakat semakin terpecah belah akibat sikap politik yang selalu mencolek isu agama atau isu yang dapat menyebabkan perpecahan sosial.
Belum sampai di situ saja, isu politik saat ini juga terkait dengan melanjutkan masa kepresidenan Jokowi selama tiga periode atau penundaan pemilihan calon presiden yang didukung oleh tim survei. Bahkan dukungan untuk isu ini datang dari para ‘pelacur intelektual’ yang seakan tidak memahami konstitusi masa jabatan kepresidenan maksimal hanya selama dua tahun.
Padahal seluruh masyarakat global saat ini tengah menghadapi ancaman krisis iklim dan lingkungan yang ada di depan mata. Namun perpolitikan dalam pemerintahan Indonesia tidak mengindahkan isu iklim dan lingkungan, isu ini tidak ditempatkan dalam sikap politik secara mendasar. Maka dari itu, masyarakat sipil yang tergabung dalam kelembagaan sosial perlu untuk bersuara dan membawa isu ini dalam sikap politik.
Masyarakat sipil harus menyadari bahwasannya dalam sistem demokrasi, kedaulatan penuh berada di tangan masyarakat sehingga peran masyarakat sangatlah besar dalam membangun politik dengan nilai-nilai baru. Semangat masyarakat menghidupkan nilai kemanusiaan dan persatuan yang tertanam sejak Sumpah Pemuda tahun 1928 hingga saat ini, perlu dibentuk kembali dengan menambahkan nilai-nilai lingkungan yang berkelanjutan.
Membangun Politik Hijau
Untuk mengukuhkan isu lingkungan ke dalam politik diperlukan sebuah nilai yang menempatkan lingkungan yang berkelanjutan (sustainable) sebagai penyedia utama dalam memenuhi kebutuhan sumber daya; baik sumber daya alam, ekonomi, dan politik. Sehingga lingkungan yang berkelanjutan juga dapat mendukung sumber daya alam, ekonomi, dan politik yang berdasarkan nilai sustainability.
Sumber daya alam, ekonomi, dan politik yang berdasarkan konsep keberlanjutan memiliki pengaruh kuat terhadap kehidupan dalam ekosistem tersebut; lingkungan, masyarakat, dan kebijakan publik yang dihasilkan. Bahkan politik hijau dapat mengurangi dampak ancaman krisis iklim global karena tentu politik hijau memperhatikan kesehatan lingkungannya; seperti memperhatikan keadaan dan kualitas tanah yang berpengaruh besar sebagai sumber kehidupan vital.
Di sisi lain, politik hijau juga berperan dalam merawat kebudayaan lokal (local wisdom) yang berkaitan erat dengan pelestarian lingkungan; seperti kebudayaan masyarakat Bali tentang Tri Hita Karana, sebuah konsep budaya yang menekankan tiga hubungan; manusia dengan sesama manusia, hubungan manusia dengan lingkungan alam sekitar, dan hubungan manusia dengan Ketuhanan yang saling berkaitan satu sama lain.
Selain itu, politik hijau juga dapat menjadi jalan legalisasi dalam mengoptimalkan pemanfaatan ganja yang bukan hanya ditujukan untuk kebutuhan medis atau pengobatan, tetapi juga memanfaatkan ganja dalam menjaga dan melestarikan keberlangsungan hidup lingkungan dengan wisdom yang dimiliki dalam tanaman ganja.