Baca Ganja – Dalam penelitian ilmu pengetahuan, tanaman ganja menunjukkan dapat mengobati penyakit epilepsi (kejang atau ayan) melalui senyawa di dalamnya (cannabinoid). Berikut penjelasan ganja sebagai obat epilepsi.
Epilepsi
Epilepsi merupakan salah satu penyakit neurologis tidak menular yang menyerang sekitar 50 juta orang di seluruh dunia, terutama di negara-negara berpenghasilan rendah hingga menengah. Ditandai dengan kejang berulang yang tidak disadari yang melibatkan sebagian tubuh atau seluruh tubuh.
Kejang yang berkelanjutan adalah akibat dari pelepasan listrik yang berlebihan pada sekelompok sel otak. Karakteristik kejang bervariasi, tergantung dimana pertama kali gangguan otak dimulai dan seberapa jauh ia menyebar.
Gejala sementara yang timbul akibat kejang seperti, kehilangan kesadaran, terganggunya gerakan dan sensasi (termasuk penglihatan, pendengaran, dan rasa), perubahan suasana hati / mood, atau fungsi kognitif lainnya.
Epilepsi merupakan salah satu penyakit yang diakui dunia, telah tertulis sejak 4.000 SM. Ketakutan, kesalahpahaman, diskriminasi, dan stigma sosial telah mengelilingi penderita epilepsi selama berabad-abad. Stigma ini berlanjut di banyak negara dan berdampak pada kualitas hidup seseorang yang mengidap epilepsi dan keluarga mereka.
Global
Diperkirakan 70 juta penduduk dunia mengalami epilepsi. Rata-rata insiden epilepsi adalah 50,4 per 100.000 populasi setiap tahun, dimana negara berpendapatan tinggi (high income countries) memiliki insiden yang lebih rendah, yaitu 45 per 100.000 populasi setiap tahun. Sementara negara berpenghasilan rendah (low middle income) insidennya 81,7 per 100.000 populasi setiap tahun.
Di negara berpendapatan tinggi insiden penderita epilepsi lebih tinggi terjadi pada anak usia dini dan pada usia tua diatas 65 tahun. Sementara, di negara berpenghasilan rendah, epilepsi lebih tinggi terjadi pada anak usia lebih muda dan pada pasien dewasa muda dibandingkan kelompok lainnya.
Indonesia
Data epidemiologi epilepsi di Indonesia sangat terbatas. Estimasi penderita epilepsi di Indonesia adalah 1,5 juta dengan prevalesi 0,5-0,6% dari penduduk Indonesia. Mengacu pada data epilepsi di dunia, epilepsi terjadi pada 50,3 per 100.000 populasi setiap tahun.
Frekuensi terjadinya epilepsi menurut usia di Indonesia juga sangat terbatas. Namun pada umumnya di negara berkembang, sebaran penderita epilepsi banyak pada anak dan dewasa muda dibandingkan kelompok umur lainnya.
Data yang terbatas menunjukkan kurangnya perhatian terhadap penyakit epilepsi di Indonesia.
Ganja Obat Epilepsi
Ganja atau Cannabis Sativa memiliki dua senyawa utama, yaitu tetrahydrocannabinol (THC) bersifat psikoaktif dan cannabidiol (CBD) bersifat non-psikoaktif. Karena THC memiliki sifat psikoaktif, maka penelitian mendalam dilakukan terhadap senyawa CBD yang non-psikoaktif karena lebih aman digunakan.
CBD diselidiki memiliki efek anti-kejang. Beberapa penelitian mengkonfirmasi kemanjurannya dalam pengobatan kejang epilepsi, terutama pada usia anak-anak. Pada tahun 2016, hasil pertama dari uji klinis menunjukkan efek benefit CBD dalam gangguan kejang yang resisten terhadap pengobatan umumnya, termasuk Lennox-Gastaut Syndrome (LGS) dan Dravet Syndrome (DS).
Uji klinis dilakukan terhadap obat Epidiolex®; dari industri farmasi GW Pharmaceutical, Cambridge, Inggris.
CBD dan Target Molekul dalam Epilepsi
Mungkin sudah banyak yang mengetahui CBD dapat mengobati epilepsi, tapi bagaimana caranya? Dalam ilmu pengetahuan, diketahui bahwa CBD menunjukkan afinitas (daya ikat) rendah terhadap reseptor endocannabinoid, tidak seperti THC yang memiliki afinitas tinggi pada reseptor endocannabinoid.
Namun, CBD menunjukkan afinitas tinggi pada salah satu target saluran ion yang paling penting, yaitu reseptor vanilloid dan reseptor capsaicin (TRPV1). Secara khusus, TRPV1 adalah saluran yang terlibat dalam modulasi kejang dan epilepsi.
Dilain sisi, CBD juga bertindak sebagai penghambat yang menunda jalannya endocannabinoid ke dalam sel, sehingga meningkatkan kadar endocannabinoid alami manusia (misal: anandamide) dalam sinapsis otak.
Peningkatan endocannabinoid melalui penghambatan reabsorpsi endocannabinoid menjadi kunci untuk memberikan efek neuroprotektif terhadap kejang. Baca selengkapnya disini cara kerja CBD dan efek medisnya.
Namun obat epilepsi yang berbahan dasar CBD seperti Epidiolex® juga memiliki efek samping, antara lain; rasa kantuk, nafsu makan berkurang, diare, perubahan fungsi hati, kelelahan, ruam kulit, insomnia, dan gangguan tidur.
Pengobatan Epilepsi Umum
Penyakit epilepsi tidak dapat disembuhkan. Kendati demikian, pemberian obat secara tepat dapat menstabilkan aktivitas listrik dalam otak, serta dapat mengendalikan kejang pada penderita epilepsi.
Menurut alodokter.com, obat yang diresepkan dokter adalah obat anti-kejang (anti-konsulvan). Obat jenis ini dapat mengubah cara kerja dan pengiriman sinyal atau pesan dari sel otak. Contoh obat anti-epilepsi adalah asam valproat, carbamazepine, lamotrigine, levetiracetam, dan topiramate.
Sama seperti obat lainnya, obat anti-epilepsi juga beresiko menimbulkan efek samping, baik yang tergolong ringan maupun yang berat. Beberapa efek samping tergolong ringan diantaranya:
- Kenaikan berat badan
- Pusing
- Lemas
- Penurunan kepadatan tulang
- Daya ingat berkurang
- Bicara tidak lancar
- Hilangnya koordinasi gerakan
- Ruam kulit
Sedangkan efek samping obat anti-epilepsi yang tergolong berat, antara lain:
- Peradangan organ (misalnya organ hati)
- Ruam kulit parah
- Depresi
- Kecenderungan untuk bunuh diri.
Kesimpulan
Sampai saat ini, data keamanan yang tersedia menunjukkan bahwa penggunaan CBD dalam pengobatan epilepsi tidak menyebabkan efek samping yang serius (jika dibandingkan dengan efek samping pengobatan pada umumnya). Selain itu, CBD juga dapat mengobati penderita epilepsi yang resisten atau kebal terhadap pengobatan pada umumnya.
Penelitian ilmu pengetahuan dasar dan uji coba memberikan wawasan tentang fungsi cannabinoid (senyawa dalam ganja) dan efek neuroprotektif potensial dari sistem endocannabinoid. Baca selengkapnya tentang sistem endocannabinoid disini.
Semoga temuan ini dapat meningkatkan pemahaman mekanistik kita mengenai kejang dan dapat memberikan terapi terapeutik baru untuk penyakit epilepsi. Tonton disini bukti pengobatan epilepsi terhadap anak-anak menggunakan CBD.
Referensi: -who.int/news-room/fact-sheets/detail/epilepsy -epilepsy.com -alomedika.com -ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6514832 -ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6235654